Nilai tukar rupiah makin melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada perdagangan Rabu (6/7) tercatat rupiah telah menembus Rp15.016 per US$. Namun sejumlah perbankan nasional telah mentransaksikan hingga Rp15.900 per US$. Beberapa faktor diduga kuat menjadi penyebab anjloknya rupiah, yaitu kekhawatiran investor pada ekonomi global sehingga memindahkan asetnya ke tempat aman dan naiknya angka inflasi di Tanah Air.
Ekonom Anthony Budiawan menilai, jika tidak ada respons kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia yakni menaikkan suku bunga, artinya rupiah akan berpotensi melemah lagi bahkan bisa mengalami stagflasi.
“Ini adalah suatu pilihan, jadi kita tidak bisa dua-duanya dengan rupiah menguat lalu suku bunga rendah itu tidak bisa. Ini adalah trade-off,” jelas Anthony dalam acara Indonesia Bussiness Forum yang disiarkan secara langsung di TV One, Rabu (6/7)
Menurutnya, inflasi akan terus meningkat bila rupiah dibiarkan melemah. Ia melihat bahwa ekonomi global saat ini belum pulih, bahkan negara maju harus kembali masuk ke resesi dengan menaikkan suku bunga. Kendati demikian, Anthony juga menganggap suku bunga Indonesia sudah terlalu tinggi.
Sektor perbankan tidak efisien juga menjadi permasalahan yang yang disoroti Anthony, yang menyebabkan net interest margin di Indonesia mencapai 5%-8%. Dengan demikian, Anthony menegaskan agar Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mengendalikan hal ini.
Dari sisi industri, Wakil Ketua Umum Kadin Suryani Motik merasa berat jika suku bunga harus dinaikkan. Menurutnya, sektor industri masih dalam fase ‘recovery’ sehingga akan terbebani bila suku bunga naik. Motik pun menyarankan agar Indonesia fokus dalam pertumbuhan ekonomi dan mendorong ekspor.
“Kenapa kita gak fokus pada pertumbuhan? Kalau devisa yang masuk banyak ke Indonesia, ini kan juga akan menambah cadangan dolarnya. Sekarang juga komoditi kan lagi tinggi, kita genjot ekspor,” tutur Motik.
Motik merasa sektor industri saat ini masih tertinggal jauh dari sektor perbankan, sehingga ia menilai, perbankan perlu memilah industri mana yang masih perlu dibantu. Ia juga menyampaikan jika suku bunga dipaksakan naik, maka akan menyebabkan banyak industri yang gulung tikar.
“Ini kalo dipaksa suku bunga naik, ya mohon maaf. Innalillahi wainailiahirojiun. Akan berapa banyak pengusaha yang mati, pabrik mati, lay off, dan ini akan jadi beban negara,” jelas Motik.
Selanjutnya ia juga meminta agar pemerintah menunda pembangunan infrastruktur, tunda pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dan tentukan skala prioritas di kondisi saat ini.
Menanggapi itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menyatakan, Indonesia saat ini harus memprioritaskan daya beli masyarakat. Salah satu buktinya, pemerintah telah mengeluarkan subsidi Rp350 triliun untuk bahan bakar minyak, listrik, dan LPG sehingga inflasi di Tanah Air cenderung terkendali dibanding negara lain. Namun Indonesia juga harus waspada dan harus dipantau bersama-sama.
Pemerintah sendiri telah mengetahui jika Amerika Serikat akan menaikkan tingkat suku bunga sangat cepat, dan hal ini harus diantisipasi seluruh negara berkembang di dunia termasuk Indonesia.
“Saat ini Indonesia mengalami tekanan pembalikan arus modal, namun kini kekuatan kita memiliki cadangan devisa yang telah dikumpulkan selama 1,5 tahun dan cukup tinggi, yakni pertumbuhan ekonomi yang baik dan dari sisi ekspor masih menunjukkan neraca perdagangan yang surplus selama 25 bulan berturut-turut,” pungkas Febrio