Terus tertekannya nilai tukar rupiah diproyeksi membuat Bank Indonesia mengucurkan cadangan devisa untuk stabilitas moneter.
Pengamat ekonomi memerkirakan BI bakal terus menggelontorkan cadangan devisa (cadev) sebagai upaya stabilisasi. Tercatat, posisi Cadev per akhir Maret 2018 mencapai US$126 miliar.
Posisi Cadev tersebut merosot US$2 miliar, setara dengan Rp27,4 triliun (kurs Rp13.700 per dollar AS) dalam sebulan. Bahkan, Cadev telah berkurang US$5,98 miliar setara Rp81,9 triliun sejak Februari 2018.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, memerkirakan BI akan terus melakukan intervensi secara moneter melalui pengucuran Cadev. Sebab, investor asing hingga saat ini masih mencatatkan aksi jual bersih di lantai bursa dan pasar surat utang negara (SUN).
Menurut dia, cara mudah untuk menambah Cadev adalah menerbitkan surat berharga negara (SBN) di pasar global. Namun, penerbitan itu dinilai tidak berkelanjutan lantaran rentan terhadap pengaruh tekanan ekonomi global dan sentimen negatif investor asing.
"Cara lainnya, dengan menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE) lebih lama di Indonesia. Sayangnya, DHE masih banyak disimpan di bank luar negeri, khususnya di Singapura. Ini terbukti saat tax amnesty kemarin, 58% total dana repatriasi berasal dari Singapura sebesar Rp84,5 triliun," ujar Bhima kepada Alinea.id melalui pesan singkat, Minggu (8/4).
Selain DHE, sambungnya, yang bisa menjadi potensi besar untuk menaikkan Cadev adalah dana hasil pembagian laba atau dividen anak usaha di Indonesia yang setiap tahun ditransfer ke induk perusahaan di luar negeri.
Menurutnya, BI perlu mengevaluasi insentif agar DHE dan dividen dapat menetap di Indonesia lebih lama. Bahkan, BI disarankan untuk memberlakukan sanksi seperti yang dilakukan oleh Thailand, yaitu minimum 6 bulan DHE harus ditempatkan di bank dalam negeri.
Untuk itu, Bhima memerkirakan BI akan terus melakukan intervensi di sektor moneter. Sehingga, Cadev diperkirakan bakal terus tergerus.
"BI akan kuras Cadev lagi sampai akhir tahun. Ini juga disumbang oleh defisit perdagangan yang kemungkinan masih berlanjut sampai lebaran karena secara seasonal terjadi peningkatan impor barang konsumsi. Permintaan dollarnya naik," kata dia.
Dalam siaran pers sebelumnya, Pejabat sementara Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Junanto Herdiawan, mengatakan posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2018 tercatat US$126 miliar, masih cukup tinggi meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2018 sebesar US$128,06 miliar.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,9 bulan impor atau 7,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," katanya dalam keterangan resmi.