S&P kerek lagi peringkat utang RI ke level BBB investment grade
Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) mengerek peringkat utang Indonesia satu tingkat ke level BBB dengan prospek stabil.
S&P menyematkan peringkat RI dalam kategori investment grade pada level BBB minus (BBB-) dengan outlook stabil sejak Mei 2017. Peringkat layak investasi (investment grade) itu disematkan setelah 20 tahun terakhir.
Dalam laporan yang dikutip Jumat (31/5), S&P juga menaikkan peringkat utang jangka pendek (short-term sovereign credit rating) Indonesia dari A-3 menjadi A-2.
"Peningkatan rating ini terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang moderat," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (31/5).
S&P juga memproyeksikan rasio utang pemerintah dan keseimbangan fiskal akan stabil selama beberapa tahun ke depan. Defisit fiskal pemerintah yang turun pada 2018, diharapkan tetap stabil di bawah 2% selama empat tahun mendatang.
Rasio utang pemerintah juga diperkirakan tetap berada di bawah 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), mengingat defisit fiskal dan pertumbuhan nominal PDB yang konsisten.
S&P juga meyakini beban utang luar negeri Indonesia juga masih terbilang sangat aman dikarenakan pasar Indonesia masih sangat menarik bagi Foreign Direct Investment (FDI). S&P menilai, Indonesia masih kuat di pasar keuangan internasional beberapa tahun belakangan ini meskipun terjadi gejolak dan ketidakpastian global.
Defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia juga diprediksi akan mengalami perbaikan sejalan dengan stabilnya permintaan global dan pemulihan daya saing. S&P percaya CAD Indonesia akan terus membaik hingga 2020.
Selain didukung oleh beban utang yang rendah, faktor lain dari kenaikan rating tersebut juga didorong oleh ekonomi Indonesia yang tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan negara lainnya yang memiliki tingkat pendapatan serupa.
Sebagaimana diketahui, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) RI per kapita riil memang tercatat mampu tumbuh 4,1% berdasarkan rata-rata tertimbang 10 tahun ke belakang. Sementara, rata-rata pertumbuhan PDB per kapita riil seluruh dunia hanya sekitar 2,2%.
Untuk mempertahankan peringkat tersebut, Menko Darmin mengaku pemerintah sudah fokus dalam hal memperbaiki CAD. Sebab, adanya catatan defisit pada neraca perdagangan terutama sektor minyak dan gas (migas).
"Sebetulnya kami masih bergulat di sektor migas, sudah cukup banyak cerita soal itu," katanya.
Adapun defisit neraca dagang April 2019 mencapai US$2,5 miliar, terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Defisit ini disebabkan meningkatnya defisit neraca perdagangan migas dari US$400 juta pada Maret 2019 menjadi US$1,5 miliar pada April 2019.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti meyakini bahwa outlook stabil tersebut sudah mencerminkan kondisi kebijakan Indonesia yang konstruktif dan optimistis dapat mendukung pertumbuhan ke depannya.
"Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah Indonesia selama ini sudah berada pada jalur yang tepat. Kebijakan defisit diambil untuk memberikan stimulus perekonomian melalui strategi countercyclical dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%," ujar Nufransa.
Tiga peringkat investment grade
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan Indonesia kini memperoleh status layak investasi (Investment Grade) dengan level yang sama dari ketiga lembaga pemeringkat utama global, yaitu S&P, Moody’s Service dan Fitch Ratings.
Hal ini, kata Perry, menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pemeringkat tersebut memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia.
Perekonomian Indonesia, ujarnya, didukung oleh koordinasi kebijakan moneter, sektor keuangan, dan fiskal yang diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, dengan tetap mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
"Bank Indonesia dan Pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif," ujar Perry.
BI mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Februari 2019 mencapai US$388,7 miliar atau setara Rp5.467 triliun (kurs Rp14.060). Angka ini naik 8,8% atau sebesar US$4,8 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Utang luar negeri Indonesia itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$193,8 miliar, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar US$194,9 miliar.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti utang pemerintah pada tahun anggaran 2018 yang dalam kondisi ‘warning’. Pasalnya, utang tersebut kian tahun semakin bertambah meski masih berada di bawah ambang batas maksimal.
Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara, mengatakan utang pemerintah pusat yang mencapai Rp4.466 triliun terbagi atas utang dalam dan luar negeri. Tercatat, utang luar negeri pemerintah mencapai Rp2.655 triliun. Sementara dalam negeri mencapai Rp1.811 triliun.
Total utang tersebut mencapai 29,81% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir 2018. Posisi utang pemerintah itu, menurut Undang-Undang Keuangan Negara, masih berada di bawah 60% sesuai batas maksimal. (Ant).
Posisi peringkat utang terbaru Indonesia antara lain:
1. Fitch dengan peringkat BBB dan proyeksi (outlook) stabil
2. Moody's dengan peringkat Baa2 dan proyeksi stabil
3. S&P dengan peringkat BBB dan proyeksi stabil
4. Japan Credit Rating Agency dengan peringkat BBB dan proyeksi positif
5. Rating & Investment dengan peringkat BBB dan proyeksi stabil
#InfoKeu
— #UangKita (@KemenkeuRI) May 31, 2019
Ranking Daya Saing Indonesia Meningkat, Tertinggi di Asia!
Simak Informasi Selengkapnya https://t.co/NJQWZemu8O pic.twitter.com/X1isolEe0L