PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA) tetap bisa menggalang dana melalui skema penawaran umum tanpa hak memesan terlebih dahulu (non-HMETD) atau private placement, meskipun saham perseroan disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia sejak 5 Juli 2018.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) TPS Food pada Jumat (9/8), dari 52,3% pemegang saham yang hadir, sekitar 98,8% pemegang saham menyetujui untuk melakukan private plecement.
Direktur penilaian perusahaan BEI I Gde Nyoman Yetna mengatakan suspensi saham AISA akan dibuka apabila perseroan bisa menjawab penyebab suspensi mereka.
"Beberapa hal terkait rencana ke depan itu kan mesti kita tanyakan dan yang sudah dijalankan kan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)," kata Nyoman di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (12/8).
Selain itu, BEI juga akan memastikan operasi perseroan serta keberlangsungan organisasi bisa tetap dijaga ke depannya. Hal-hal tersebut, kata Nyoman, sudah ditanyakan BEI kepada AISA.
Nyoman melanjutkan, perspektif dari investor AISA juga harus diubah mengingat inti bisnis AISA yang semula adalah beras, mesti dialihkan ke bisnis makanan ringan.
Lebih lanjut, pihaknya akan melihat bagaimana kelanjutan bisnis makanan ringan produsen snack Taro ini, bagaimana mereka akan menjaga dan memperbesar bisnis makanan ringan mereka.
Untuk diketahui, harga saham AISA anjlok 92,8% dari Rp2.360 pada April 2017 menjadi Rp168 per lembar sebelum disuspensi pada 5 Juli 2018.
Merosotnya harga saham emiten yang akrab disebut TPS Food ini terjadi sejak 2017. Tahun 2017, terjadi penggerebekan gudang beras di Jalan Raya Rengas Bandung, Bekasi, yang dimiliki oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) dan PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI).
Perusahaan ini merupakan anak usaha TPS Food. Gudang itu digunakan untuk pemalsuan beras subsidi yang dioplos menjadi beras premium. Sejak kasus itu, manajemen memutuskan untuk menghentikan bisnis beras. Keputusan itu membuat kinerja perseroan memburuk.