Empat emiten rokok yang aktif di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), PT H.M. Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) tersengat aturan pengendalian rokok. Sejak awal tahun sampai 6 Agustus 2024, harga saham semua emiten rokok ini melemah.
Menilik data Yahoo Finance, emiten rokok yang harga sahamnya turun paling dalam adalah WIIM. Selama periode 2 Januari hingga 6 Agustus 2024 harga saham WIIM merosot 49,15% (year to date/ytd).
Dalam periode sama, harga saham GGRM turun 28,85% (ytd), HMSP turun 26,97% (ytd), dan ITIC turun 15,23% (ytd).
Pemerintah menerbitkan sederet aturan guna menekan konsumsi rokok. Pada tahun ini kembali diterapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 10%. Kenaikan ini sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2022 yang merilis kebijakan kenaikan tarif CHT dua tahun berturut-turut, yakni 2023 dan 2024.
Industri rokok juga menghadapi pengetatan peredaran rokok lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang dirilis pada akhir Juli 2024.
Pengetatan itu yakni berupa larangan penjualan rokok secara ketengan, larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, larangan penjualan lewat situs web dan media sosial, serta pembatasan kemasan rokok putih mesin minimal 20 batang per bungkus.
Director PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk. Reza Priyambada mengatakan beleid itu menjadi sentimen negatif bagi saham rokok. Saham-saham rokok dengan kapitalisasi besar seperti GGRM dan HMSP terkena aksi jual lebih besar ketimbang lainnya.
"Sementara ITIC dan WIIM tidak terlalu volatile," ujarnya kepada Alinea.id, Selasa (6/8).
Analisisnya, harga saham rokok akan sulit naik tahun ini lantaran minim sentimen positif. Kenaikan cukai dan aturan pembatasan rokok masih akan menahan laju saham emiten tembakau.
"Di sisi lain, produk rokok ini kan masih dianggap produk yang merusak kesehatan yang tentunya akan ada sejumlah halangan untuk kemajuan dari industri ini," lanjutnya.
Analis saham Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji mengatakan kenaikan tarif cukai secara bertahap per tahun ini membuat harga saham emiten sigaret mengalami downtrend. Sementara, kebijakan PP Nomor 28 Tahun 2024 dinilai tak memberi dampak yang signfikan.
Dia bilang, PP Nomor 28 Tahun 2024 sebatas larangan mengisap produk tembakau kepada usia dini. Tujuannya, guna melindungi anak-anak dan remaja yang rentan terhadap perilaku merokok. Maka dari itu, dibutuhkan peraturan yang mempertegas supremasi hukum saja.
“Untuk harga saham, sebenarnya rokok dipengaruhi oleh cukai karena ketika cukai naik secara gradual per tahun ini membuat emiten rokok secara sahamnya mengalami downtrend jadi sudah tecermin dari hal tersebut daripada kebijakan rokok eceran,” tuturnya kepada Alinea.id, Senin (5/8).