Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menilai, langkah manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menawarkan program pensiun dini bagi karyawan merupakan langkah yang tepat untuk meringankan beban keuangan perseroan.
Said Didu menjelaskan, kondisi Garuda Indonesia berbeda dengan maskapai penerbangan swasta, Lion Air yang melakukan pemotongan gaji ke karyawannya selama pandemi. Menurutnya, emiten berkode saham GIAA ini masih memberikan gaji penuh ke karyawannya.
"Yang harus segera dilakukan adalah mengamputasi fixed cost atau biaya tetap. Biaya tetap ada dua, gaji karyawan dan sewa pesawat. Nah, ini besar sekali dan menurut saya, langkah yang diambil direktur utama sekarang adalah tepat," kata Said, Minggu (24/5).
Dia melanjutkan, dengan kondisi keuangannya saat ini, sangat tidak mungkin bagi GIAA untuk bangkit, kecuali melakukan restrukturisasi yang sangat radikal.
Meski demikian, Said menuturkan pemerintah masih memiliki opsi untuk melakukan penyelamatan Garuda Indonesia. Menurutnya, pemerintah saat ini bisa melepas Garuda Indonesia ke mitra strategis seperti yang dilakukan banyak negara yang tidak lagi memiliki flag carrier.
"Garuda ini penerbangan yang sangat potensial, karena tidak ada negara seperti Indonesia yang penumpang domestiknya sangat banyak, sehingga Garuda masih bisa berkembang ke depan. Kalau begitu, bisa tidak dicari mitra strategis, umpamanya dijual ke Fly Emirates, Qatar Airways, atau Etihad," ucapnya.
Dia menilai Garuda Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bermain di pesawat kecil dan bisa menjadi pemimpin pasar.
Namun, apabila opsi tersebut tidak diambil, maka menurutnya pemerintah harus bersiap pasang badan menyuntik kembali Garuda Indonesia. Konsekuensinya, pilihan ini akan berat secara politis.
Seperti diketahui, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, penawaran program pensiun dini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha, guna menjadikan Garuda Indonesia perusahaan yang lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru.
"Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh perusahaan. Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi Covid-19 ini," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5).
Situasi pandemi yang masih terus berlangsung, lanjutnya, mengharuskan perusahaan melakukan langkah penyesuaian aspek supply dan demand, di tengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan.
"Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat kami upayakan terhadap karyawan di tengah situasi pandemi saat ini, yang tentunya senantiasa mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak, dalam hal ini karyawan maupun perusahaan," ujarnya.