Mengantisipasi nilai tukar rupiah yang kerap keok akibat dana valas yang pergi ke negara lain, Indonesia disebut masih membutuhkan sistem. Bank Indonesia (BI) meyakini sistem tersebut dapat mengantisipasi dan mencegah keluarnya dana dari Indonesia.
Calon Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan Indonesia masih membutuhkan sistem lalu lintas devisa bebas. Andaikata timbul potensi krisis, Bank Sentral bisa menerapkan kebijakan pengaturan devisa guna membendung aliran dana keluar.
"Tentunya kita berharap tidak ada kondisi ekstrem, tapi kondisi pengaturan devisa memungkinkan. Hanya untuk pengaturan bukan konversi atau surrender," terang Dody seperti dikutip Antara.
Dodi menanggapi pertanyaan perlu atau tidaknya revisi Undang-Undang Lalu Lintas Devisa. Hari ini calon kuat pengganti posisi Perry Warjiyo ini (27/3), mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR, Jakarta.
Sejumlah anggota Komisi XI DPR dalam uji kelayakan tersebut melontarkan kekhawatirannya terhadap sistem devisa bebas yang dianut Indonesia selama ini. Sebab mengakibatkan tidak memadainya devisa hasil ekspor guna memenuhi permintaan valuta asing (valas).
Hal itu juga yang membuat nilai tukar rupiah sering bergejolak hingga ke level Rp 13.700 per dolar AS. Walhasil, dana valas kerap kembali ke negara lain ketika timbul sentimen ekonomi eksternal.
Dody mencontohkan Bank Sentral bisa menerapkan pengaturan lalu lintas devisa tersebut seperti yang terjadi di awal dekade tahun 2000. Ia menyebutnya sebagai kebijakan pengelolaan aliran modal.
Saat itu, Dody bilang kalau BI meminta investor asing yang membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Namun tidak untuk menjual atau mencairkan dananya agar suplai valas di pasar domestik masih memadai.
"Itu sudah termasuk diatur devisa mereka, karena seharusnya bebas," tukas Dody yang saat ini menjabat sebagai Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI.
Selain kemungkinan pengaturan devisa bebas, Dody mengatakan saat ini yang diperlukan adalah memperbanyak instrumen valas agar eksportir menaruh valasnya di pasar keuangan domestik.
Dari 90% ekspor, devisanya dilaporkan ke perbankan domestik. Sehingga yang tersisa itu hanya 13% dan disimpan di perbankan dalam negeri.
Dari nilai ekspor Indonesia pada 2017 yang sebesar US$ 148 miliar, kata Dody sebanyak 98% devisanya dilaporkan ke perbankan domestik. Hanya 13% dari 98% yang dikonversi ke rupiah dan disimpan di perbankan dalam negeri.