Semangat filantropi para taipan melawan pandemi
Tujuh dekade silam, tepat pada tanggal 29 Mei 1945, Dr. K.R.T Radjiman yang baru saja dilantik sebagai Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bertanya di hadapan para peserta Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
“Apa dasar negara Indonesia jika kelak berdiri?”
Pertanyaan itu kemudian disambut hangat oleh tiga bapak bangsa Indonesia, Moh Yamin, Dr. Soepomo dan Ir. Soekarno. Moh Yamin lantas memaparkan rancangan gagasan negara Indonesia merdeka yang kemudian disebut sebagai Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Lalu disusul oleh Dr. Soepomo pada 31 Mei 1945 dengan gagasan yang tidak jauh berbeda.
Kemudian pada 1 Juni 1945, barulah giliran Ir. Soekarno mengemukan gagasannya terkait pertanyaan tersebut. Ada lima gagasan yang diusung Soekarno, yakni kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Lima gagasan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal ideologi bangsa, Pancasila.
Soekarno lantas merampingkan lima gagasan itu menjadi hanya tiga, yaitu sosio-nasionalisme, socio-demokratik, dan ketuhanan. Pada akhirnya tiga gagasan itu dirampingkan oleh Soekarno menjadi hanya satu, yaitu gotong-royong.
“Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu dasar saja? Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? Gotong royong.”
Penggalan pidato Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir. Soekarno pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945 ini diarsipkan dalam buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sampai sekarang, semangat gotong royong masih menggema di Tanah Air. Hampir semua lapis masyarakat menjalankan keseharian yang tak lepas dari kisah-kisah tolong-menolong.
Pengusaha Peduli NKRI
Charities Aid Foundation (CAF) dalam laporan World Giving Index 2018 sempat menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Indonesia mendapatkan skor 59%, sejajar dengan Australia yang menempati urutan kedua dengan 59%. Indonesia tercatat ranking satu dalam hal kedermawanan dari 144 negara yang disurvei oleh lembaga ini.
Belakangan ini, aksi filantropi pun banyak bermunculan di tengah pandemi Covid-19. Orang-orang saling bahu membahu menghadapi musuh bersama itu. Mereka menolong dengan kapasitas masing-masing. Ada yang menolong dengan kekuasaannya. Ada yang dengan tenaganya. Ada yang dengan ucapannya. Ada juga yang berbuat dengan doa dalam hati.
Kedermawanan tersebut dibuktikan oleh para tersohor negeri ini dengan membentuk satu gerakan bernama ‘Pengusaha Peduli NKRI’. Gerakan tersebut diinisiasi oleh Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia dan Yayasan Bhudda Tzu Chi Indonesia.
Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengisahkan, ‘Pengusaha Peduli NKRI’ mulai dibentuk sejak pandemi Covid-19 menyebar di Wuhan, China dan berdampak pada perekonomian nasional. Dia menekankan inisiasi ini murni kepedulian pengusaha, bukan karena ada intervensi pemerintah.
Saat ini, sambung dia, sudah ada sekitar 50 perusahaan dan individu yang tergabung dalam gerakan solidaritas melawan Covid-19 tersebut. Adapun perusahaan besar yang telah menyumbang antara lain, Sinar Mas Group, Astra International, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Djarum, Ciputra Group, Panin Group, Artha Graha, dan Agung Sedayu. Di luar itu, masih banyak lagi nama-nama perusahaan dan individu yang tidak disebutkan.
Mereka semua, terang Roslan, kompak mengumpulkan dana sebesar Rp500 miliar untuk membantu pemerintah memenuhi kebutuhan pokok dan Alat Perlindungan Diri (APD) bagi para petugas medis serta pekerja informal yang terdampak.
“Kita setting target Rp500 miliar. Tapi hari ini, tadi kita baru selesai meeting, sudah terkumpul sekitar Rp360an miliar,” terang Rosan saat dihubungi Alinea.id, Senin (6/4).
Sejauh ini, tercatat sudah dua kali ‘Pengusaha Peduli NKRI’ menyalurkan bantuannya. Bantuan tahap pertama disalurkan melalui Kementerian Kesahatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 RI berupa 1.759.000 unit masker, 3.000 baju pelindung diri (coverall hazmat), 7 unit ventilator, 640 liter cairan disenfaktan, 157 unit disenfaktan semprot, dan 646.520 alat rapid test ke-185 rumah sakit dan 17 instansi pemerintah.
Sementara bantuan tahap kedua disalurkan dalam bentuk peralatan kesehatan dengan bobot sekitar 80 ton, berupa 100 ventilator, masing-masing 75.000 APD dan kaca mata pelindung serta 20.000 masker N95. Ke depan, tambah Roslan, pihaknya juga akan menyalurkan bantuan berupa sembako kepada 10 juta masyarakat terdampak di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.
“Mungkin dalam satu atau dua minggu ini akan ada (bantuan sembako) dari kita. Karena ini epidemic-nya lebih banyak di Jakarta, tentunya Jakarta, Jawa Barat, di daerah Jawa dulu nih kita. Secara bertahap mungkin sampai 10 juta orang,” terangnya.
Bergerak secara individu
Di samping itu, beberapa pengusaha selain tergabung dalam ‘Pengusaha Peduli NKRI’ ternyata juga turut bergerak secara mandiri. Salah satunya Sinar Mas Group, perusahaan milik Keluarga Widjaja (nama belakang dari mendiang Eka Tjipta Widjaja), orang terkaya RI nomor dua versi Forbes 2019 dengan kekayaan Rp138 triliun.
Dalam sebuah keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Sinar Mas Group dikabarkan bakal memproduksi sebanyak 1,8 juta masker per bulan untuk memenuhi kebutuhan APD tenaga medis yang menangani Covid-19.
Namun demikian, Managing Director Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu mesin produksi dari Tiongkok untuk mengejawantahkan rencana tersebut. Sinar Mas, kata dia lagi, juga masih menunggu perizinan dari kementerian dan intansi terkait guna melegalkan produksi masker kesehatan ini.
“Di saat bersamaan, perusahaan juga tengah menuntaskan seluruh perizinan produksi pada kementerian dan sejumlah instansi terkait lainnya,” tutur Gandi saat dikonfirmasi Alinea.id.
Selain Sinar Mas, perusahaan lain yang juga turut bergerak secara mandiri adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Secretary Corporate Unilever Indonesia Sancoyo Antarikso mengatakan, perusahaan berkomitmen untuk melawan Covid-19 dengan memberikan sumbangan dana senilai Rp50 miliar.
Bantuan tersebut diwujudkan dalam bentuk penyanitasi tangan, sabun, produk makanan dan minuman, APD bagi tenaga medis dan produk higienitas rumah.
“Ke semuanya disalurkan baik secara independen maupun dalam kemitraan dengan berbagai lembaga resmi terpercaya,” tutur Sancoyo kepada Alinea.id.
Perusahaan lain yang juga turut memberikan kontribusi besar bagi penanganan Covid-19 adalah Lippo Group. Perusahaan milik Mochtar Riady—orang terkaya Indonesia ke-8 versi Forbes 2020 dengan kekayaan Rp27,2 triliun—rela mengubah satu malnya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan menjadi rumah sakit darurat untuk membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menangani pasien Covid-19.
Directur Public Relations & External Relations Lippo Karawaci Danang Kemayan Jati menyebut, aksi mengubah Lippo Plaza Mampang menjadi rumah sakit tersebut semata-mata dilakukan demi bisa menyelamatkan nyawa manusia, dan bukan karena urusan profit.
“Merubah mal menjadi rumah sakit darurat ini demi menyelamatkan nyawa manusia. Jadi kami tidak memikirkan profit demi membantu pemerintah dalam menangani pendemi ini,” tutur Danang saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Selain itu, ada juga pesohor Indonesia lainnya yang turut menunjukkan kepedulian terhadap korban atau masyarakat terdampak Covid-19. Nama pesohor seperti Sandiaga Uno, Nurhayati Subakat, Garibaldi Thohir, dan Dato Sri Thahir berbondong-bondong menyumbangkan uangnya demi bisa menyelamatkan Indonesia dari masalah pandemi Covid-19.
Mereka seolah paham bahwa dengan kekayaan yang dimiliki, maka datang pula tanggung jawab besar untuk membantu sesama. Seperti halnya yang Paman Ben katakan kepada Peter Parker dalam film The Amazing Spiderman (2012), “Dengan kekuatan besar, maka datang pula tanggung jawab yang besar.”
Jika boleh dikatakan sebagai pahlawan super, maka kekuatan para pesohor ini adalah kekayaannya. Bruce Wayne dalam sebuah film Batman sempat ditanya oleh seorang anak, “Apa kekuatanmu?” maka Bruce menjawab, “Saya kaya raya.”
Dengan kekuatan itulah mereka membantu rakyat yang membutuhkan pertolongan. Sandiaga Uno membantu dengan memberikan jaminan biaya hidup bagi keluarga yang orang tuanya positif Covid-19.
Nurhayati Subakat, pemilik produk kosmetik Wardah, menggelontorkan Rp40 miliar untuk menyediakan alat medis di rumah sakit rujukan Covid-19. Garibaldi Thohir, kakak kandung dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, menyumbang dana Rp20 miliar ke Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB).
Lalu Dato Sri Thahir, pemilik Mayapada Group, membagikan 1.000 bungkus makanan setiap hari kepada pekerja informal yang kehilangan penghasilannya selama Covid-19 berlangsung.
Respons lambannya pemerintah
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajad Sulistyo Widhyarto menjelaskan, kolektivitas yang lahir di tengah pandemi seperti ini merupakan kultur dan wajah asli Indonesia sejak awal negara ini terbentuk. Budaya sambatan atau tolong menolong itu ada karena masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi norma-norma di masyarakat.
“Kolektivitas kita kuat sekali. Kuat itu bagaimana bisa kuat? Karena norma sama nilai kita dijunjung dengan nilai dan norma bermacam-macam, beragam, sehingga kemudian kita ini membentuk sebuah kolektivitas dalam arti tolong menolong dari sisi kultural,” terang Derajad saat dihubungi Alinea.id, (6/4).
Namun demikian, Derajad mengatakan, jika ditarik secara politis, solidaritas yang muncul dari pengusaha dan masyarakat ini sejatinya juga merupakan respons dari kurang tegasnya pemerintah menangani Covid-19. Cara-cara pemerintah yang terkesan masih mementingkan formalitas dan birokrasi dalam situasi seperti ini akhirnya direspons masyarakat sebagai kegagapan dan kelambanan pemerintah dalam penanganan wabah.
Terbukti, satu bulan setelah kasus pertama Covid-19 ada di Indonesia, pemerintah baru mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Padahal pada saat itu (31/3), jumlah positif Coronavirus di Indonesia sudah mencapai 1.528 orang, dan 112 orang di antaranya meninggal dunia.
“Padahal kalau kita mau jujur, dalam kondisi krisis seperti ini, tidak ada policy atau kebijakan yang tepat. Ya namanya krisis semua kita coba,” ungkap Derajad.
Untuk itu, Derajad menyarankan, agar saat ini pemerintah melupakan wajah formalnya dan mulai turun bersama masyarakat menghadapi Covid-19. Pemerintah bisa memfasilitasi bantuan yang datang dari masyarakat dan mendistribusikannya kepada yang berhak, agar tidak terjadi tumpang-tindih bantuan antara pemerintah dan swasta.
Dalam hal ini, jelas Derajad, pemerintah bisa memanfaatkan aparat dan militer untuk menjemput bantuan-bantuan itu sehingga donasi yang dikirimkan bisa tepat sasaran. Dengan catatan, koordinasi ini harus dijalankan secara transparan dan akuntabel.
“Karena pemerintah ini bagian dari rakyat. Ya bergerak bersama rakyat. Jangan formal gitu. Jangan selalu begerak nunggu panduan,” tambah ia.
Senada dengan itu, Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati juga menyarankan agar pemerintah mengambil kendali koordinasi bantuan dari pengusaha ataupun masyarakat. Tujuannya, supaya penyaluran bantuan bisa tepat sasaran dan merata.
Sebagai contoh, kata Enny, pemerintah bisa membuat aplikasi atau portal yang berfungsi sebagai wadah koordinasi bantuan dari pengusaha atau masyarakat terkait wilayah mana saja, dan siapa saja yang sudah mendapatkan bantuan dari mereka.
“Mereka (masyarakat dan pengusaha) masing-masing bisa mengeksekusi, tapi dikoordinasi supaya tidak tumpang tindih tadi. Terjadi pemetaan sehingga ini bisa terkoordinir. Jadi ketika pemerintah mau masuk tapi sudah ada yang lain, mereka bisa pindah kasih bantuan ke yang lain,” terang Enny.
Ke depan, lanjutnya, koordinasi seperti ini juga perlu didukung oleh payung hukum yang jelas seperti halnya pemberian hibah ke luar negeri yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 11 tahun 2019. Peraturan ini penting agar bantuan dari pengusaha ataupun masyarakat dalam tanggap bencana seperti sekarang tidak lagi bergerak secara sporadis dan lebih terkoordinasi.
“Kalau ke depan sebaiknya dibuat (peraturan). Tapi ini ‘kan sudah terjadi. Sekarang tinggal dikoordinasikan saja. Misalnya ada informasi melalui website. Pemerintah memfasilitasi untuk relawan melaporkan secara online ke pemerintah. Jadi transparansi dan ada akuntabilitas,” pungkasnya.