Senja sektor ritel: Pola belanja daring dan datangnya pagebluk
Memasuki sebuah mal besar di ibu kota, pemandangan gerai-gerai yang tutup maupun sepi menjadi hal yang jamak terlihat. Sebagian gerai menuliskan pengumuman 'Toko Tutup Sementara' dalam selembar kertas HVS. Beberapa lainnya menuliskan pengumuman dijual, dikontrakkan, dan over kontrak. Namun, banyak diantara gerai-gerai itu tutup begitu saja.
Pandemi Covid-19 sejak 2020 memang membuat nasib mal atau pusat perbelanjaan kian terpuruk. Sebelum pandemi menyerang, sektor ritel juga mengalami disrupsi dengan hadirnya pola belanja baru; daring.
Fenomena tutupnya gerai-gerai di mal ini lantas mempengaruhi kinerja mal secara keseluruhan. Pasalnya, tidak ada uang sewa yang masuk ke manajemen pusat perbelanjaan. Belum lagi dengan semakin sedikitnya pengunjung mal yang datang.
Tak heran, jika kemudian banyak mal yang juga bertumbangan. Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo mengatakan, beberapa mal yang bangkrut memang memiliki kondisi yang sudah tidak baik sejak sebelum pagebluk. Pusat perbelanjaan ini, biasanya ditutup begitu saja, sampai ada pengusaha mal yang tertarik untuk membelinya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonsus Widjaja, mengungkapkan, hingga akhir Oktober setidaknya ada 7 mal yang sudah dijual dan 1 mal ditutup. Selain itu, ada pula pusat perbelanjaan yang masih dalam proses penyelamatan atau ambil alih dalam penawaran.
Namun, dia bilang, cukup sulit menentukan berapa banyak mal dijual atau ditutup. Karena tidak semua pemilik pusat perbelanjaan akan melaporkan penjualan atau penutupan usahanya itu kepada asosiasi.
"Itu untuk pusat perbelanjaannya saja. Belum kalau ritelnya. Ini lebih banyak lagi," ujar dia, kepada Alinea.id, Sabtu (27/11).
Menyongsong PPKM
Kondisi ini, menurutnya, bisa jadi akan lebih parah, lantaran pemerintah meniadakan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di akhir tahun.
Padahal, biasanya momen Nataru bisa menjadi salah satu kesempatan bagi pusat perbelanjaan bangkit kembali. Apalagi, saat ini tingkat kunjungan masyarakat ke mal telah mencapai 60%, sejak pemerintah memberikan pelonggaran.
Meski peniadaan libur Nataru ditujukan untuk meminimalisir mobilitas masyarakat dan menekan angka penyebaran virus Covid-19, hal ini dirasa tidak akan efektif lagi. Karenanya, ketimbang meniadakan libur Nataru, ada baiknya penekanan kasus positif SARS-CoV-2 ini dilakukan dengan pemberlakuan protokol kesehatan ketat.
"Karena berdasar pengalaman selama ini, pembatasan tidak efektif, namun akan kembali memberatkan dunia usaha,” kata Alphonsus.
Namun, di balik banyaknya mal-mal yang bertumbangan, masih banyak pula pusat perbelanjaan yang masih bertahan. Bahkan, ada pula mal yang masih bisa melakukan ekspansi, seperti PT AEON Indonesia dan PT Pakuwon Jati Tbk, pemilik sejumlah mal termasuk Blok M Plaza , Gandaria City, dan Kota Kasablanka di Jakarta serta Tunjungan Plaza di Surabaya.
Seperti yang telah diketahui, pada November 2020 lalu, Pakuwon mengambil alih aset milik PT Delta Merlin Dunia Properti yaitu pusat perbelanjaan Hartono Lifestyle Mall di Yogyakarta dan Solo serta Hotel Marriot Yogyakarta. Nilai transaksi dari pembelian tiga aset tersebut sebesar Rp1,36 triliun.
Alasan pembelian aset adalah diversifikasi geografis untuk memperoleh peluang basis pertumbuhan di luar area Surabaya dan Jakarta. Selain itu untuk memperkuat basis pertumbuhan perusahaan dari recurring income.
"Posisi kas dan setara kas perusahaan cukup untuk mendanai pembelian dan tidak akan mengganggu stabilitas arus kas perusahaan," kata Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan PT Pakuwon Jati Tbk. Minarto Basuki dalam keterbukaan informasi, yang dikutip Alinea.id, Minggu (28/11).
Sedangkan PT AEON Indonesia baru saja meresmikan AEON Mall Tanjung Barat yang terletak di Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Rabu (18/11) lalu.
Transformasi mal
Sadar akan perubahan pola belanja masyarakat, selain menyediakan fasilitas fisik, mal keempat yang dikelola oleh AEON Co., Ltd. dan AEON MALL Co ini juga menerapkan konsep baru belanja nir-sentuh bagi pengguna aplikasi AEON Mall Mobile. Melalui aplikasi tersebut, pengunjung dapat memesan makanan, menggunakan e-voucher dan mengakses layanan Beacon berbasis lokasi di seluruh AEON Malls di Indonesia.
Untuk AEON Mall Tanjung Barat, NEC Indonesia menyediakan sistem pemesanan daring cerdas yang terintegrasi penuh, yang didukung oleh Integrated E-Money Solution (IEMS) dan teknologi POS (Point of Sales) untuk food court. Sistem ini telah meningkatkan tingkat kenyamanan, efisiensi, dan keamanan transaksi daring sekaligus memungkinkan operator mal mengatur transaksi keuangan dengan lebih baik.
“Protokol kesehatan dalam pencegahan penyebaran Covid-19 kami maksimalkan dengan memanfaatkan teknologi terkini untuk menciptakan pengalaman berbelanja yang nyaman dan lancar guna memenuhi harapan masyarakat,” ujar General Manager PT AEON Mall Tanjung Barat, Koichiro Seno dalam keterangan tertulisnya kepada Alinea.id, Jumat (26/11).
Terlepas dari kondisi mal yang terdampak di masa pandemi, sebenarnya pusat perbelanjaan sudah tertatih-tatih sejak lama. Mereka harus berkompetisi ketat dengan marketplace yang kian merajalela. Keduanya bersaing hebat menarik konsumen melalui pemberian promosi dan diskon besar-besaran.
Namun, dengan adanya pandemi tren belanja online masyarakat di marketplace semakin cepat berkembang. Berbelanja di toko online dipilih masyarakat sebagai solusi untuk meminimalkan kontak fisik yang biasanya sulit dihindari saat berbelanja langsung, baik ke pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan.
Analytics Data Advertising (ADA) Regional Director Telco Data Portofolio Yoga Triharso menyebutkan setelah pandemi Covid-19, ada perubahan terutama perilaku berbelanja di tiga area utama.
"Footfall jumlah pelanggan dan pengunjung yang mendatangi mal secara langsung. Kedua, pariwisata dan ketiga e-commerce mengalami peningkatan penjualan yang signifikan,” urainya kepada Alinea.id belum lama ini.
Hal ini terlihat dari riset Bank DBS Indonesia yang mencatat bahwa pelanggan e-commerce di Indonesia mengalami kenaikan menjadi 66% setelah pandemi Covid-19. Sementara itu, kegiatan belanja online juga mengalami kenaikan sebanyak 14%. Sedangkan belanja di pusat perbelanjaan turun secara signifikan mencapai 24% semenjak pagebluk. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi sebelum pandemi, di mana sebanyak 72% responden memilih belanja di toko.
Dengan bergesernya pola belanja masyarakat ini, tak heran jika saat ini sudah banyak ritel atau mal yang menyediakan aplikasi khusus untuk memudahkan konsumen dalam berbelanja. Selain itu, ada pula ritel yang masuk ke dalam ekosistem e-commerce agar dapat tetap bertahan.
"Ritel saat ini sudah mulai beralih ke digital, kita lihat Carrefour sebagai market leader juga sudah punya aplikasi, bahkan hingga Alfamart dan Indomaret juga punya aplikasi,” kata Pengamat Bisnis Teguh Hidayat, kepada Alinea.id, Kamis (25/11).
Tidak hanya itu, transformasi ritel dan pusat perbelanjaan kini sudah menjadi keniscayaan. Hal ini terjadi seiring kian banyaknya pengguna internet di Indonesia. Meski begitu, untuk ritel maupun mal yang sudah beralih ke digital, database konsumen menjadi hal yang mutlak dimiliki.
Sebab, dengan database pengusaha mal dan retail bisa mengelola konsumen, memberikan update kepada konsumen tentang produk atau layanan baru yang tersedia, hingga menjaga agar konsumen tetap berbelanja di retail atau mal tersebut.
Namun demikian, Founder/CEO BLVEPRINT Destinations Veri Y. Setiady, dalam kesempatan lain menyampaikan, bagi pengusaha pusat perbelanjaan sebaiknya tidak lagi menggunakan konsep regular shopping center lagi dalam mengelola mal. Pelaku bisnis mal perlu memikirkan bagaimana membangunn shopping centre yang diminati oleh konsumen, sehingga mereka ingin kembali lagi ke tempat tersebut.
Apalagi, ke depannya masalah desain akan menjadi penting dalam pembangunan pusat perbelanjaan. Karena tren saat ini menunjukkan bahwa konsumen tidak lagi sekadar berbelanja ke mal, melainkan juga untuk mendapatkan inspirasi.
"Jadi, nanti bagaimana pusat perbelanjaan itu mempunyai diferensiasi, keunikan tersendiri, dan konsep yang kuat. Hal tersebut nantinya juga akan menjadi bagian komersil development itu sendiri,” kata Veri, saat dihubungi Alinea.id, belum lama ini.
Terpisah, Presiden Direktur NEC Indonesia, Joji Yamamoto mengungkapkan, seiring dengan makin maraknya pusat-pusat perbelanjaan yang mulai dibuka kembali, memang diperlukan adanya penyesuaian pada sistem dan proses berbelanja agar selaras dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini terlepas dari pergeseran pola belanja masyarakat ke online.
"Fokus pada aspek-aspek keselamatan, kebersihan, dan lingkungan belanja yang menjaga jarak fisik akan menjadi masa depan ritel," tutur Yamamoto, dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (26/11).
Untuk mendukung hal tersebut, NEC menyediakan sistem pemesanan daring di food court yang serba guna. Sistem POS yang digunakan berkinerja tinggi, hemat energi serta mudah dirawat dengan desain penggantian komponen tanpa alat yang ringkas.
Produsen layanan dan produk yang berbasis teknologi informasi ini menilai dengan sistem ini akan mengurangi antrian di kasir yang dapat meningkatkan penjualan per pelanggan dan diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan untuk mau datang kembali dan berbelanja disana.
"Sistem tersebut juga akan membantu mendorong promosi yang efektif melalui aplikasi seluler," imbuhnya.