Koordinator peternak ayam mandiri, Parjuni, mengungkapkan kerugian yang dialami peternak ayam mandiri hingga saat ini bisa menyentuh angka Rp3 sampai Rp4 ribu per ekornya. Dia memprediksi sampai akhir tahun 2019, para peternak rakyat atau mandiri akan terus merugi.
Jika dikalkulasikan secara nasional, kata Parjuni, kerugian yang dialami para peternak ayam mandiri bisa menyentuh lebih dari Rp2 triliun. Parjuni sendiri mengaku sudah merugi miliaran rupiah.
“Mungkin di atas Rp2 triliun kerugiannya, karena sudah maju tambahan satu bulan. Itu dari keseluruhan populasi nasional, saya sendiri pun sudah rugi miliaran. Jadi, kalau saya kan paling kecil ya, teman-teman ada yang ratusan miliar (ruginya),” kata Parjuni saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/11).
Parjuni berharap pemerintah turun tangan. Terlebih, saat ini akan memasuki tahun 2020. Diprediksi, pada 2020 nanti day old chicken (DOC) atau ayam berumur sehari yang digunakan sebagai bibit untuk ternak ayam populasinya lebih tinggi.
Apabila itu terjadi, kata dia, potensi harga ayam hidup akan sangat murah sekali. Sedangkan permintaan peternak mandiri kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar ada upaya pengurangan DOC tidak dilakukan.
"Karena apa? Seperti tahun 2019 ini, kami sudah meminta ke Mentan (Menteri Pertanian) supaya ada pengurangan (DOC), tetapi tidak dilakukan. Sehingga selama sembilan bulan kita mengalami kerugian yang luar biasa," ujar dia.
Sekitar 150 peternak ayam berunjuk rasa di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Mereka yang berasal dari berbagai daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, sampai perwakilan dari Kalimantan menuntut kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada peternak ayam mandiri.
Para peternak ayam mandiri menuntut Kemendag untuk membuat harga acuan bibit ayam. Patokan itu penting, sebab saat peternak mendapat keuntungan, harga bibit juga ikut naik.
"Pada saat bibit ini ada kenaikkan berapa pun, enggak ada penekanan. Walaupun dapat keuntungan, kita masukkan (untung) lagi ke dalam modal. Sampai hari ini makanya peternak menuntut supaya ada keseimbangan itu. Tanpa itu, kita selalu dipermainkan oleh perusahaan besar," ujar Parjuni.