Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono melaporkan, neraca perdagangan RI periode Januari hingga September 2021 mengalami surplus sebesar US$25,07 miliar.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-September 2021 mencapai US$164,29 miliar atau naik 40,38%, dibanding periode yang sama 2020, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$155,46 miliar atau naik 39,84%. Sedangkan total impor Indonesia pada periode Januari-September 2021 mengalami peningkatan 34,27% dibandingan periode yang sama tahun lalu. Impor terbesar berasal dari China, yaitu sebesar US$44 miliar.
"Ini sangat tinggi, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jadi misalkan, pada periode yang sama di 2020, surplus hanya tercatat US$13,35 miliar, bahkan di 2019 kita sempat mengalami defisit. Maka secara kumulatif, surplus kita mencapai US$25,07 miliar," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono saat konferensi pers secara virtual, Jumat (15/10).
Sementara pada posisi September 2021, total ekspor Indonesia mencapai US$20,60 miliar, atau mengalami penurunan 3,84% dibandingkan Agustus 2021.
Perkembangan harga komoditas internasional, diyakini memengaruhi ekspor dan impor, serta neraca perdagangan Indonesia pada September 2021.
Di mana harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia mengalami peningkatan dari US$67,80 per barel pada Agustus 2021 menjadi US$72,20 per barel pada September. Beberapa harga komoditas nonmigas pada September 2021, tercatat mengalami peningkatan jika dibandingkan pada Agustus 2021. Misalkan saja pada komoditas batu bara, yang mengalami peningkatan sebesar 9,50%. Komoditas aluminium meningkat sebesar 8,90% dan untuk minyak kernel meningkat sebesar 6,42%.
"Di sisi lain, komoditas nonmigas yang mengalami penurunan cukup besar yaitu komoditas karet. Di mana mengalami penurunan sebesar 5,94%. Kemudian, komoditas tembaga turun sebesar 0,48% dan untuk harga emas juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,57%," lanjut Margo Yuwono.