Sepinya bisnis musiman menyambut tahun Kerbau Logam
Pasar Asemka, Rabu (10/2) siang kemarin tampak lengang. Kondisi yang sangat berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pasar yang terletak di Kota Tua, Jakarta Barat ini justru sepi menjelang Imlek yang jatuh pada hari Jumat (12/2) ini.
Tak terlihat keramaian di toko-toko yang menjajakan pernak-pernik khas Imlek. Di tepi jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan, memang terlihat beberapa toko yang 'mentereng'. Lampion-lampion merah dan pohon Mei Hua merah muda menghiasi wajah toko. Namun, tetap saja kemeriahan tahun baru China di tengah masa pandemi ini telah pudar.
Lydia (50), salah seorang pedagang pernak-pernik Imlek di kawasan itu menceritakan pandemi Covid-19 telah berdampak bagi bisnisnya. Terlebih, setelah adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang kembali diperpanjang, bisnisnya kian merosot.
"Enggak seperti tahun-tahun lalu. Kondisi semakin menurun, berasa banget," ujar Lydia kepada Alinea.id, Rabu (10/2).
Biasanya, kata dia, dua atau tiga hari menjelang Imlek tokonya akan ramai didatangi pembeli untuk memesan pernak-pernik khas Imlek. Namun kini, pembelian pohon imlek hingga lampion makin sepi.
Memang, pengunjung tokonya tak hanya pembeli rumahan saja. Pelanggan Lydia juga berasal dari pusat perbelanjaan (mal), kantor hingga hotel-hotel di Jabodetabek. Maka, saat mal sampai hotel pengunjungnya makin berkurang karena pembatasan, pedagang seperti dirinya pun ikut kelimpungan.
Pada kondisi Imlek di tahun-tahun sebelumnya, perempuan asal Jakarta itu bisa menjual lebih dari 200 pohon imlek berbagai ukuran. Harganya dibanderol mulai dari Rp35.000 hingga Rp5 juta-an.
Tak hanya itu, pernak-pernik Imlek pun ludes terjual sampai ratusan buah. Mulai dari lampion, angpao, kembang api, lilin imlek, hingga hiasan dinding dan ornamen-ornamen khas Imlek.
"Sekarang kebanyakan untuk rumah saja, ada sih kantor-kantor tapi ya enggak seberapa. Turunnya sampai 70-80%," katanya.
Tak jauh dari pertokoan itu, sambil berjalan kaki pengunjung akan mencapai kawasan pecinan yang dikenal dengan Jalan Pancoran Glodok, Jakarta Barat. Hiruk pikuk suasana Imlek lebih kentara di sepanjang jalan ini.
Para pedagang yang menawarkan aneka keperluan Imlek berjejer hingga ratusan meter. Bias warna merah nge-jreng akan nampak dari kejauhan. Warna khas Imlek yang berasal dari berbagai ornamen berupa lampion hingga baju-baju khas Tionghoa.
Tak ketinggalan, aneka jajanan Imlek pun dipajang. Manisan buah, kue-kue kering, kue keranjang, dan buah-buahan tertata rapi di lapak para pedagang. Salah satunya, lapak milik Wijaya (43).
Dia mengungkapkan Imlek tahun ini memang cukup berbeda dibandingkan tahun lalu. Sepinya pengunjung membuat penjualannya menurun sampai 50%. Pelanggan yang biasanya membeli dagangannya pun, kini banyak yang tidak lagi bertandang.
"Saya enggak pakai online sih, jadinya ya gantungin jualan di sini saja. Kalau pembeli enggak datang, ya gimana lagi," ujar Wijaya kepada Alinea.id, Rabu (10/2).
Sebagai pedagang musiman kala Imlek, ia memang tidak menggelar barang dalam jumlah besar. Dalam sehari, dia biasanya hanya membawa tidak sampai ratusan buah kue keranjang. Kue yang terjual pun hanya puluhan kotak dengan kisaran harga Rp40.000 hingga Rp60.000.
Selain kue keranjang yang biasanya selalu jadi favorit pembeli, Wijaya juga menjual aneka kue basah dan kue kering. Misalnya dodol seharga mulai dari Rp30.000-an hingga nastar keju seharga Rp90.000 sampai Rp100.000-an.
"Tapi berhubung ini pandemi, kan banyaknya enggak pada open house, jadi berkurang yang beli kue-kue kering," imbuhnya.
Senasib dengan Wijaya, pedagang aneka jajanan di Pancoran Glodok, Anton (40) juga merasakan hal yang sama. Memasuki tahun Kerbau Logam ini, toko tempatnya bekerja bahkan mengurangi jumlah stok jualan karena menurunnya daya beli.
Dia bilang, permintaan pembeli bahkan merosot hingga 75%. Menurutnya, ini juga turut disebabkan oleh berbagai pembatasan acara Imlek yang membuat perayaannya di tahun ini kurang semarak. Jika pun ada, saat ini semuanya akan berlangsung serba daring.
"Yang paling banyak dicari itu kayak kacang mede, permen-permen itu juga paling laris karena kan juga untuk sembahyang. Harganya ada yang Rp60.000 hingga Rp180.000 per kilogram paling mahal," terang dia.
Ditemui di lokasi sama, pedagang buah-buahan segar, Agus (45) pun mengungkap bahwa momen Imlek ini menjadi satu-satunya harapan untuk menggenjot penjualan. Pasalnya, sejak pertama pandemi mengguncang, penjualan buahnya pun terdampak signifikan.
"Wah itu cari duit susah, rugi terus. Sehari sekotak aja belum tentu, makanya pas Imlek gini harapannya," ujar Agus kepada Alinea.id, Rabu (10/2).
Bak gayung bersambut, Agus memang bisa sedikit bernapas lega. Sebab, dagangan seperti jeruk, apel, pir hingga delima bisa laku sampai beberapa kotak. Buah-buahan impor Taiwan yang laku terjual itu setidaknya bisa untuk menutupi modal. Meskipun, Imlek tahun ini penjualannya juga menurun sekitar puluhan persen dibandingkan tahun lalu.
"Pas Imlek ini, paling banter laku 20 kotak. Harganya macam-macam ada yang Rp150.000 hingga Rp170.000 per kotak jeruk misalnya. Ada juga yang bijian harganya puluhan ribu rupiah," kata dia.
Tidak hanya di kalangan para pedagang, Imlek tahun ini juga dirasakan berat bagi pengamen Barongsai jalanan seperti Apriyanti (28). Jika biasanya ibu empat anak ini bisa meraup sekitar Rp100.000 dalam waktu setengah hari, kini setengahnya pun susah payah didapat.
"Kalau lagi pandemi ini, gocap (Rp50.000) pun enggak nyampe padahal Barongsainya ini juga sewa. Makanya kadang saya sampai malam," ucap Apriyanti saat berbincang dengan Alinea.id, di seputaran Pancoran Glodok, Jakbar, Rabu (10/2).
Apriyanti sehari-hari sebenarnya bekerja sebagai buruh cuci dan setrika. Demi mencukupi kebutuhan keluarganya, dia bersama suami mengandalkan momen Imlek dengan berkeliling memamerkan kelihaian Barongsai. Biasanya, ia akan mengamen sejak siang hingga sore bahkan malam hari di sekitar klenteng kawasan tersebut.
"Mau gimana, anak butuh susu, terus beli paketan sekolah dan bayar kontrakan," katanya seraya menyingkap Barongsai yang sedang dipanggul.
Terkoyak pandemi
Wabah coronavirus yang menerjang Tanah Air sejak awal Maret 2020 lalu, memang berdampak signifikan bagi berbagai sektor. Tak terkecuali, sektor ekonomi dan bisnis hingga di lingkup terkecil. Termasuk para pedagang musiman di momen Imlek ini.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan dalam kondisi Imlek normal, perputaran ekonomi dari berbagai sektor mulai pariwisata, hiburan hingga aksesoris sampai makanan bisa terkerek naik.
Terlebih, libur Imlek notabene tak hanya dinikmati etnis Tionghoa. Namun, juga masyarakat umum dengan memanfaatkan momen itu untuk jalan-jalan. Termasuk, wisatawan mancanegara (wisman).
Dia mencontohkan saat Imlek, hotel-hotel di tempat wisata Bali biasanya penuh dengan wisman dari China. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Desember 2020, Tiongkok menyumbang sekitar 7.100 kunjungan atau 4,3% wisatawan ke Indonesia.
Belum lagi, berbagai perusahaan yang melakukan pemberian bingkisan atau kartu ucapan yang juga turut mengerek bisnis terkait. "Sekarang kondisinya sedang pandemi, maka dampak Imlek diperkirakan tidak semeriah saat kondisi normal," ujar Bhima dihubungi Alinea.id, Rabu (10/2).
Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga mengatakan perayaan Imlek di masa pandemi ini bisa jadi semakin terbatas dengan adanya pembatasan yang digagas pemerintah.
Ia juga memperkirakan sektor transportasi selama masa pandemi tidak akan melaju cukup pesat mengingat Imlek kurang semarak. "Demikian juga dengan dampak ekonominya (lesu)," ujar Piter kepada Alinea.id, Rabu (10/2).
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 masih minus 2,07% sepanjang 2020 (yoy). Sementara pada kuartal-IV 2020 pertumbuhan ekonomi minus 2,19% secara tahunan (yoy).
Terus bergerak kala pandemi
Di tengah kondisi ini, adaptasi dan inovasi adalah keniscayaan agar roda bisnis tetap bergerak. Salah satunya adalah melebur ke dalam ekosistem digital. Seperti halnya yang dilakukan oleh para pedagang keperluan khas Imlek di kawasan Asemka dan Pancoran Glodok.
Lydia dan Anton adalah pedagang yang ikut mengambil keputusan tersebut. Keduanya akhirnya mulai menjajal pemasaran via marketplace. Mereka sama-sama sepakat, kebutuhan masyarakat di masa pandemi perlu beradaptasi dengan pelayanan yang bisa menembus berbagai batas. Tentunya, dengan pengurangan aktivitas tatap muka.
"Soalnya kan orang enggak mau keluar-keluar ya. Jadi belinya pakai online semua, lumayanlah," ujar Lydia.
Sementara itu, industri seni Liong dan Barongsai pun turut melakukan inovasi serupa. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Liong dan Barongsai Seluruh Indonesia (PLBSI), Ripka Widjaja juga mengatakan selama masa pandemi ini pihaknya enggan hanya berdiam diri. Selain terus bergerak untuk mengolah raga, kejelian dalam melihat peluang ekonomi pun mesti dipacu.
Ripka menceritakan, pada situasi Imlek pemain Liong dan Barongsai biasanya bisa tampil di pusat perbelanjaan atau tempat kerumunan lainnya. Namun, pandemi membuat pertunjukan tidak bisa digelar.
Maka dari itu, berbagai inisiatif pun muncul. Salah satunya, ide membuat photobooth Barongsai yang dilakukan selama masa Imlek. Guna mencegah kerumunan, akan ada setidaknya satu orang penjaga Barongsai.
"Bila perlu mulut Barongsai terbuka, nanti pengunjung (mal) habis foto bisa masukin angpao. Kalau mau lebih kreatif lagi, taruh TV LED yang cukup besar nah ditampilin di situ barongsainya," katanya kepada Alinea.id, Rabu (10/2).
Meski tak seperti Imlek biasanya, namun cara itu menurutnya bisa menjadi alternatif di tengah terbatasnya pertunjukkan.
"Kalau dulu satu harinya Rp5 juta, sekarang mungkin bisa 5 hari baru Rp5 juta, ya udahlah, lagi sepi kan," imbuhnya.
Selain itu, kata dia, upaya yang banyak dilakukan oleh para pemain Liong dan Barongsai selama masa pandemi ini adalah berkreativitas. Agar terus berpenghasilan, tak jarang mereka membuat kerajinan mulai dari masker hingga tas selempang bernuansakan Liong dan Barongsai.
"Masing-masing grup di tiap daerah juga ada yang bicara ke Pemerintah Daerah, ayo dong bantu kegiatan Barongsai untuk kegiatan virtual. Nah, nanti PLBSI akan bantu back up," pungkasnya.
PLBSI juga tak berdiam diri sebagai naungan para seniman Liong dan Barongsai yang mencapai ribuan orang. Meskipun aneka pertunjukan Liong dan Barongsai secara tatap muka terhenti sejak pandemi, namun berbagai kegiatan virtual pun digelar. Mulai dari pelatihan untuk juri dan pelatih hingga gelaran lomba.
Selama masa pandemi ini, PLBSI telah menyelenggarakan berbagai lomba seperti lomba ketangkasan Barongsai Pai (memberi hormat), ketangkasan Liong Pai (memberi hormat), ketangkasan menabuh tambur Liong/Barongsai hingga ketangkasan Barongsai Cai Qing (makan sayur).
"Karena harus jaga jarak, yang main cuma kepalanya saja (Liong dan Barongsai). Kita juga bikin lomba penabuh tamburnya saja," kata Ripka.