Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, diharapkan tidak kembali mengeluarkan kebijakan yang pro pengusaha. Salah satunya, memperkenankan tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja/buruh diberikan dengan dicicil atau ditunda.
Menurut Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, mencicil atau menunda THR seperti pada 2020 tidak kembali terulang. Kala itu, pemerintah "melegitimasi" kebijakan itu melalui Surat Edaran (SE) Menaker No.M/6/HI.00.01/V/2020.
"Surat edaran tersebut membuka peluang kepada perusahaan untuk membayar THR tahun 2020 secara bertahap atau dicicil bahkan ditunda," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/3).
Aspek Indonesia pun melayangkan surat resmi kepada Menaker Ida terkait tuntutan tersebut. Langkah ini dilakukan sebulan sebelum Idulfitri bahkan menjelang Ramadan agar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tidak sembrono dalam mengeluarkan kebijakan terkait pekerja/buruh.
"Di saat kondisi masyarakat saat ini yang serba sulit," tegas Mirah, "pemerintah harus lebih peduli dan berpihak pada kehidupan pekerja dan masyarakat kecil. Jangan hanya memanjakan kelompok pengusaha."
Ada tiga poin di dalam surat Aspek Indonesia kepada Menaker Ida. Isinya:
1. Tidak menerbitkan surat edaran ataupun dalam bentuk lain yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk mencicil atau menunda pembayaran THR keagamaan;
2. Memastikan THR wajib dibayarkan oleh setiap perusahaan secara penuh dan tidak dicicil selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan karena berdasarkan peraturan yang berlaku, THR keagamaan adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan; dan
3. Melakukan pengawasan dan penindakan tegas kepada perusahaan yang tidak memberikan THR kepada pekerjanya sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk menindak tegas perusahaan yang masih belum membayarkan THR tahun 2020 dan 2021.