Setelah 'longsor', kapan aset kripto bakal kembali melesat?
Altafasalya Ardnika Basya/AAB (23) tega menghabisi nyawa juniornya di jurusan Sastra Rusia, Universitas Indonesia, MNZ. Mahasiswa angkatan 2019 ini sebenarnya memasuki tahun terakhirnya menempuh strata 1. Namun, alih-alih menyelesaikan pendidikannya, ia justru terlibat tindak kriminal yang ia lakukan di kos korban, kawasan Beji, Depok Jawa Barat.
AAB juga mengambil barang-barang berharga milik korban yakni Macbook, iPhone hingga dompet. Keduanya memang saling kenal dan sama-sama berinvestasi pada salah satu platform investasi aset kripto. Wakil Kasatreskrim Polres Depok AKP Nirwan Pohan mengatakan motif AAB membunuh korban adalah karena iri investasi kripto korban untung dan ingin menguasai harta korban.
"Si pelaku dan korban berteman dan tahu korban ini punya banyak duit lah," ujarnya pada konferensi pers, Sabtu (5/8).
Lebih lanjut, motif pelaku tak lain disebabkan kegagalan dalam investasi aset kripto. Jika MNZ kerap mengalami untung, sebaliknya AAB mengalami kerugian sejak awal tahun sebesar Rp80 juta yang menyebabkannya kehabisan uang.
Dia juga terlilit utang dengan teman-temannya senilai Rp12 juta dan pinjaman online sebesar Rp3 juta. Meski belum sampai diteror untuk melunasi utang pinjolnya, AAB mengaku putus asa untuk melunasi utangnya dengan cepat. Di sisi lain, kesuksesan MNZ dalam investasi aset kripto membuatnya iri hati dan kemudian gelap mata.
Dari kasus ini, ada tiga hal yang bisa dijadikan pelajaran dalam hal investasi. Influencer investasi Felicia Putri Tjiasaka mengatakan hal pertama adalah jangan gunakan ‘uang panas’ untuk berinvestasi. Artinya, uang yang digunakan untuk investasi berasal dari utang atau uang untuk keperluan sehari-hari.
“Karena kalau rugi kita akan terpaksa utang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau mau invest harus pakai uang dingin yang nganggur,” ungkapnya dalam akun Instagramnya, @feliciaputritjiasaka.
Kedua, jangan berutang untuk investasi karena bunga utang itu pasti sementara return investasi tidak ada yang pernah tahu. Ketiga, jangan pernah pamer keuntungan hasil investasi. “Karena enggak semua orang bisa merayakan kesenangan kita dan enggak ada kebaikan yang datang dari rasa iri dan dengki. Sebagian bisa iri dan dengki sebagian bisa termotivasi,” tambahnya.
Dia pun mengaku sudah rugi ratusan juta dari instrumen investasi ini. Namun ia masih ingin terus menaruh dana di instrumen anyar yang mulai tenar lima tahun belakangan. Sebelumnya, Felicia berbagi tips untuk berinvestasi pada instrumen yang masuk dalam kategori high risk karena volatilitasnya yang tinggi ini. Karena ini pula, pendiri ternakuang.id ini juga menilai aset kripto bukan lagi instrumen untuk diversifikasi investasi.
Selain memegang aset Bitcoin (BTC), ia juga rutin menabung Ethereum (ETH) dan Binance (BNB) untuk investasi jangka panjang. “Cuma Etheureum yang punya real used case, terutama di NFT (Non Fungible Token) dan DeFi Market (Decentralized Finance/sistem keuangan terdesentralisasi yang berjalan di jaringan blockchain-red),” tuturnya.
Dia menambahkan investasi aset kripto ini benar-benar jangka panjang. Karena itu, tak ada salahnya untuk di-staking. “Lumayan, selain capital gain, bisa dapat bunga juga,” bebernya.
Staking kripto sendiri kini kian populer sebagai salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan pasif (passive income) dari pasar kripto. Investor bisa mendapatkan passive income berupa reward atau bunga dari aset yang terkunci. Cara ini juga menguntungkan sebagai bentuk diversifikasi aset digital.
Meski perkembangan aset kripto cukup menjanjikan namun instrumen ini kerap dinilai selayaknya scam atau penipuan. Selain karena maraknya website palsu berkedok trading kripto, ada pula yang memang mengalami kerugian akibat kurang paham bagaimana instrumen ini bekerja.
Hal ini diungkapkan Rahmat (41) yang telah berinvestasi di aset kripto sejak tahun 2018. Awalnya, bapak satu anak ini mendapatkan koin gratisan dari Airdrop Crypto yang merupakan strategi pemasaran tim proyek crypto demi meningkatkan aktivitas pada platformnya.
“Saya jadi tau dan nyoba oh ternyata bisa untung, bisa rugi juga, pertama langsung di-trading. Koinnya namanya Stellar waktu itu, tapi sekarang udah saya lepas,” ungkapnya saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (7/8).
Sejak itu, Rahmat intens mempelajari kripto yang memang rumit. Namun, menurutnya, instrumen ini tak jauh beda dengan instrumen saham. Mulai dari analisis teknikal pergerakan chart-nya hingga faktor fundamental yang melatarinya. Misalnya, jika dalam saham dikenal prospektus berupa profil saham dan laporan keuangan perusahaan go public, di aset kripto dikenal white paper.
“Rencananya mau ngapain, fungsinya (koin) buat apa, itu ada. teknologi kertas putih itu tersaji di setiap aset koin yang benar, mereka punya rencana sampai berapa tahun ke depan, berapa yang mau dilepas, apakah buat ritel, perusahaan,” bebernya.
Setelah belajar beberapa bulan, ia mengaku mulai paham dan rutin melakukan trading kripto. Meski beberapa kali mengalami kerugian, Rahmat mengaku aset kriptonya sudah makin bertambah sejak mulai pertama kali lima tahun lalu. Bahkan, pekerja lepas ini meluangkan banyak waktunya untuk fokus meraih penghasilan dari instrumen ini.
“Memang saya enggak langsung paham semua karena teknologinya berkembang terus. Kalau banyak orang enggak paham memang bisa dimaklumi,” ungkapnya.
Warga Bantul, Yogyakarta ini benar-benar mempelajari kripto secara otodidak dari sumber-sumber informasi terpercaya di open source seperti Decrypt.co, Cointelegraph, Coindesk, dan Blockonomi. Ia tidak mencari referensi dari sosok terkenal atau teman terkait instrumen ini. Pun dengan meminta saran koin mana yang harus dibeli.
“Setahu saya saran untuk membeli produk instrumen investasi dilarang, kecuali oleh manajer investasi itu pun enggak harus dijalani,” katanya.
Menurutnya, literasi kripto di tanah air memang masih sangat rendah. Ia menilai banyak masyarakat yang menilai investasi ini sebagai penipuan karena kurang mendalami instrumen yang merupakan perpaduan ekonomi finansial dan teknologi ini.
Belum lagi masyarakat yang terkena arus FOMO (fear of missing out) tanpa mencari lebih banyak terlebih dahulu. “Ibaratnya harus paham lalu lintas kalau enggak mau kecelakaan bukan Polri yang harus nasehatin tiap orang. Di Indonesia kebanyakan adalah budaya lisan bukan budaya tulisan, sumber informasi kaya gini kebanyakan dalam bahasa Inggris dan istilahnya ekonomi, lalu teknologi itu kan asing jadi dianggap scam karena enggak paham,” bebernya.
Terpenting, kata dia, selalu berpedoman pada istilah DYOR (do your own research) agar investor tidak terjebak ‘pom-pom’ yang biasa dilakukan sejumlah pihak dengan mendorong pada produk tertentu yang belum tentu menguntungkan. Selain budaya malas membaca, otoritas dan para ahli finansial juga masih banyak yang belum memahami aset berbasis teknologi blockchain ini. Padahal, menurutnya, instrumen kripto menjadi aset yang murah, mudah, cepat, efektif dan efisien dibanding instrumen lain yakni saham maupun emas.
Hal ini didasari pengalamannya menarik dana dari hasil profit aset kripto yang bisa berlangsung cepat dengan biaya administrasi minim. “Saya pernah narik uang profit dari luar negeri kurang dari lima belas menit dan biaya admin enggak sampai Rp1.000,” cetusnya.
Dalam DeFi Market atau Decentralized Finance, berlaku sistem keuangan terdesentralisasi yang berjalan dalam jaringan blockchain. Di sini, menurut Rahmat, lebih maju karena lepas dari sistem. “Enggak perlu sertakan KTP, NPWP, dan identitas apapun seperti pas investasi di instrumen lain,” paparnya.
Membeli aset kripto, katanya, juga bisa dilakukan sesuai budget atau kemampuan. Ia membandingkan seperti halnya investasi nabung emas yang bisa dengan nominal Rp100.000. Namun, ia menghitung, jika membeli dan menjual emas Antam di hari yang sama harganya sudah turun 12% atau rugi.
Belum lagi dengan adanya potongan pajak, admin, dan lain-lain yang membuat kripto bagi sebagian kalangan lebih fair. Menurutnya, tak heran bila jumlah investor kripto mengungguli instrumen lain seperti saham, reksa dana maupun surat berharga negara (SBN). Bila dibandingkan dengan instrumen aset tanah, lanjutnya, kripto juga lebih aman karena tidak bisa dipalsukan seperti sertifikat tanah atau properti.
“Kalau investor enggak menyerahkan atau ngasih tau kuncinya berupa perubahan 12 kata atau 20 kata dalam bahasa Inggris ya enggak ada yang tahu. Enggak kayak email kalau lupa password kita bisa kasih tahu Google,” bebernya.
Selain itu, aset kripto memang bisa memiliki fluktuasi harga dalam waktu yang singkat selama 24 jam. Karena itu pula, kripto memiliki karakteristik sangat berisiko dan harus dipelajari dari sisi teknis dan fundamental. Salah satunya adalah kebijakan suku bunga Amerika Serikat yang dirilis bank sentral AS, The Federal Reserve System (The Fed).
Terakhir, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar seperempat persentase poin atau 25 basis poin ke kisaran 5,25%-5,50% pada Rabu (26/7). Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun. The Fed juga memberi sinyal adanya kenaikan lanjutan.
Bakal rebound
Rahmat pun optimistis bursa kripto akan mengalami rebound setelah menurun beberapa bulan terakhir. Saat pertama kali berinvestasi kripto tahun 2019, harga Bitcoin masih di kisaran US$19.000 atau sekitar Rp300 juta-an. Kini, Bitcoin berada di harga US$29.340 atau sekitar Rp449 juta. Setelah sebelumnya sempat akan menembus angka Rp1 miliar.
Dia memperkirakan Bitcoin masih akan mengalami kenaikan pasca tren bunga tinggi The Fed berakhir. Saat ini, Rahmat mengakui, kripto dan Bitcoin khususnya masih akan mengalami penurunan tapi tidak akan serendah di masa pandemi yang mencapai level Rp50 juta satu koinnya.
“Enggak sampai turun sebawah itu, dan naiknya akan lebih tinggi dari 2021,” prediksinya.
Hal ini sangat bergantung pada kebijakan suku bunga The Fed ke depan yang diperkirakan sudah sampai pada titik pemberhentian kenaikan suku bunga. Setelah itu, inflasi global akan turun dan dana akan membanjiri pasar kembali termasuk di aset kripto. Tak hanya itu, Rahmat mengingatkan untuk menganalisis secara teknikal dengan melihat pola chart yang cenderung sama dengan harga yang berbeda.
Sementara itu, CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan sebagai platform jual beli kripto, Indodax berkomitmen untuk memberikan edukasi yang komprehensif dan akurat tentang aset kripto kepada masyarakat melalui program Indodax academy. Edukasi yang diberikan oleh Indodax tidak hanya membahas tentang potensi keuntungan dari aset kripto, tetapi juga membahas tentang risiko yang terkait dengannya.
Ia meyakini perkembangan aset kripto ke depannya akan sangat positif. Selain menjadi instrumen yang penting, aset kripto dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti investasi, pembayaran, dan pengiriman dana.
Dia menjelaskan sejak berdiri tahun 2014 hingga sekarang, pertumbuhan investor aset kripto semakin bertambah. Mengutip data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), jumlah investor kripto mencapai angka 17,54 juta individu pada Juni 2023. Jika dilihat secara tahunan, jumlah investor kripto telah bertambah sekitar 2,46 juta orang atau 16,3%. Sebelumnya, jumlah investor kripto sebanyak15,08 juta orang pada Juni 2022. Sementara pada tahun 2014 silam, investor kripto hanya berjumlah 100.000 orang.
“Aset kripto dapat membantu untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi sistem keuangan. Terlebih di Indonesia sudah memiliki bursa kripto pertama dan satu-satunya di dunia,” ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (10/8).
Menurutnya, hal ini sudah mencerminkan keseriusan dan dukungan pemerintah dalam menguatkan ekosistem kripto di Indonesia. Adanya bursa kripto yang diresmikan 28 Juli lalu, dapat menarik masyarakat untuk mulai menggunakan kripto karena transaksi lebih transparan dan efektif. “Konsumen merasa aman dan nyaman dalam bertransaksi,” ungkapnya.
Apalagi, pemerintah baru saja meresmikan bursa berjangka kripto yang dapat memperkuat ekosistem kripto di Indonesia. Dia menilai hadirnya bursa juga dapat memacu naiknya transaksi kripto di dalam negeri. “Karena, bursa ini berfungsi sebagai surveillance, sehingga masyarakat dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman. Di mana hal tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah alat untuk menarik kepercayaan kepada masyarakat sehingga mereka dapat mulai melakukan transaksi aset kripto,” bebernya.
Dia pun mengakui pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan pada pertumbuhan investor aset kripto di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Terlebih pandemi telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan mengalami kesulitan ekonomi. Jumlah investor kripto pada saat pandemi juga lebih besar dari pada jumlah investor saham.
Pada saat pandemi tahun 2021, Bappebti Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan jumlah investor aset kripto di Indonesia hingga akhir 2021 mencapai 11 juta orang. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya hanya mencapai 7,48 juta investor.
Pandemi juga memberikan dampak besar terhadap perkembangan aset kripto di Indonesia. instrumen investasi karena banyaknya individu yang mencari pemahaman lebih mendalam mengenai aset kripto. Ditambah lagi aksesibilitas terhadap aset kripto juga semakin mudah di mana banyak platform jual beli aset kripto menyediakan layanan secara online.
Jika aset ini mengalami penurunan atau bearish, Oscar menganggap hal itu biasa. Justru menurutnya, ini saat terbaik untuk melakukan pembelian aset di harga rendah. “Memang tahun ini nilai transaksi kripto menurun. Namun, jumlah investor kripto di Indonesia meningkat,” cetusnya.
Turunnya aset kripto ini tidak lepas dari sentimen di sektor aset digital yang masih tidak stabil akibat tindakan keras regulasi di AS yang membuat para pelaku pasar menarik dana dan menyebabkan fluktuasi harga yang besar karena volume perdagangan yang tipis. Tak hanya itu, peningkatan cadangan devisa juga menjadi faktor terjadinya tekanan jual.
“Peningkatan suku bunga menyebabkan keterbatasan likuiditas yang menjadi faktor mayoritas kripto berada di zona merah,” ujarnya.
Namun, ia juga memprediksi selepas suku bunga The Fed stabil di tahun depan maka akan berdampak positif pada prospek bursa aset kripto dunia. Adapun Bitcoin masih merajai pasar kripto dunia dengan likuiditas yang tertinggi.
“Sehingga kenaikan harga Bitcoin pasti memimpin pergerakan harga kripto lainnya karena likuiditasnya jadi lebih lancar. Harga aset kripto juga akan naik menjelang halving yang diprediksi terjadi pada April 2024 mendatang. Semakin dekat dengan halving, potensi kenaikan harga aset kripto masih sangat besar,” ungkapnya.
Oscar memaparkan Bitcoin sendiri hingga Juni 2023 tercatat mengalami peningkatan harga sebesar 83,75% secara year to date (YtD) menjadi US$30.390,91 per koin. Bitcoin juga diprediksi bisa mencapai harga US$ 38.440 atau sekitar Rp584 juta pada akhir tahun 2023.
Tak jauh berbeda, Ethereum juga menyusul naik 60,89% menjadi US$1.927,01 pada Juni 2023 kemarin. Ethereum diprediksi akan mengalami kenaikan untuk ETH/USDT mencapai US$2.266 atau sekitar Rp34 juta (+21,75%). Pergerakan ETH sedang menuju konsolidasi harga dengan potensi menutup bulan Juli 2023 di bawah US$ 1.900 atau di atasnya.
Selain Bitcoin dan Ethereum, terdapat beberapa altcoin yang berpotensi naik, yaitu Solana (SOL) dan Waves (WAVES). Potensi kenaikan Solana/USDT bisa mencapai US$ 32 (+54,61%). Kenaikan Solana (SOL) diprediksi akan meningkat karena proyek dan ekosistemnya dianggap solid dan sudah cukup terkenal.
“Sementara itu, potensi kenaikan WAVES/USDT mencapai US$ 3.59 (+64%). Waves memiliki pergerakan harga yang cukup potensial untuk meningkat dalam beberapa bulan mendatang dengan potensi kenaikan di area resistance line di harga US$ 2,95 dalam waktu dekat,” paparnya.