PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memastikan bakal menonaktifkan seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang berbasis fosil, pada 2060. Kemudian, memanfaatkan 100% sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
Untuk mewujudkan netral karbon tersebut, Direktur Manajemen Proyek dan EBT PT PLN, Wiluyo Kusdwiharto, menyatakan, perusahaan setrum negara membutuhkan kapasitas terpasang listrik sebesar 600 giga watt (GW).
"Apakah EBT di Indonesia cukup untuk mengover pertumbuhan demand listrik yang kami perkirakan di 2060 mencapai 600 GW? Kalau sekarang 66 GW, di 2060 kita butuh 600 GW yang berasal dari pembangkit EBT," ucapnya dalam webinar "Sustainable Investment (Renewable Energy)", Rabu (2/11).
Meskipun demikian, Wiluyo optimis kebutuhan listrik sebesar 600 GW tersebut terpenuhi. Alasannya, ketersediaan sumber EBT di Indonesia melimpah.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki potensi EBT sebesar 3.686 GW. Salah satunya berasal dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 3.295 GW.
Kemudian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 95 GW, pembangkit listrik berbasis bioenergi 57 GW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 155 GW, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPb) 24 GW, dan sumber energi laut sebesar 60 GW.
"Jadi, totalnya ada 3.686 GW potensi EBT di Indonesia. Kita hanya butuh 600 GW, potensinya hampir 4.000 GW, jadi masih cukup. Namun, tantangannya adalah investasi. Apakah kita bisa menyiapkan investasi sebesar itu untuk mendukung program NZE 2060?" tandas Wiluyo.