Siasat startup logistik mendulang cuan
Perusahaan rintisan (startup) sektor logistik mendadak banjir orderan. Pandemi mendorong gaya berbelanja sebagian besar masyarakat beralih serba online. Tak mau melewatkan kesempatan itu, aneka siasat pun dikerahkan guna mendulang cuan.
Startup jasa pengiriman lantas berlomba mengeluarkan jurus andalan. Mulai dari menawarkan garansi untuk menjaga kualitas produk hingga pelayanan optimal. Harapannya, pelanggan bisa terpikat dan loyal.
Endah Lismartini misalnya. Pelaku usaha kuliner itu sudah sekitar lima bulan setia menggunakan jasa startup logistik untuk mengantarkan kue buatannya ke para pembeli. Menurutnya, selain aman, ongkos pengiriman yang terjangkau juga jadi pertimbangan. Belum lagi, berbagai promo menarik juga sering ditebar.
“Pakai Paxel, karena kalau makanan paling terjaga keamanannya. Lebih murah juga, kalau Jabodetabek hanya Rp15.000, tambah box hanya Rp3.000,” ujar Endah kala berbincang dengan Alinea.id, Senin (15/3).
Endah pun mengakui layanan ‘jemput bola’ startup logistik tersebut menjadi tawaran yang menarik. Dia pun tak perlu repot. Hanya tinggal menghubungi kurir, maka barang jualannya bisa dijemput untuk diantar sampai tujuan.
Perempuan yang berdomisili di Bogor, Jawa Barat, ini bisa menggunakan jasa pengiriman sampai empat kali dalam sepekan. Sekali pengiriman, ada sekitar satu sampai empat boks meluncur ke pembeli. Adapun tujuan distribusinya paling banyak di Jakarta, Depok dan sekitarnya.
“Kalau Paxel pakainya aplikasi, satu produk pun bisa dijemput tanpa datang ke outlet. Kalau yang lainnya, kan ada minimalnya,” kata pemilik bisnis dengan merek Classic Cakes by Endah ini.
Namun di kondisi tertentu, Endah bilang untuk pengiriman jarak dekat dia lebih memilih menggunakan layanan antar ojek online seperti Go-Send. Selain praktis, kelebihannya juga bisa lebih mengontrol pengiriman.
“Kalau Paxel enggak bisa memastikan jam berapa tepatnya meskipun same day,” imbuhnya.
Berbeda halnya dengan Mustakim (42). Penjual peralatan outdoor ini mengaku kepercayaan dan luasnya jaringan menjadi alasannya menentukan jasa pengiriman. Maka dari itu, ia lebih memilih jasa pengiriman yang telah familiar dan outletnya tersebar luas. Pertimbangan lain, ia memilih outlet jasa logistik yang dekat dengan rumah.
“Aku lebih sering pakai J&T kalau enggak JNE, opsi ketiganya Tiki,” ujar Mustakim kepada Alinea.id, Senin (15/3).
Pelaku usaha yang juga karyawan di salah satu perusahaan swasta Jakarta itu, memang memiliki pembeli yang lebih beragam dari berbagai wilayah di Indonesia. Pembelinya mayoritas berasal dari Jabodetabek, namun sebagian lainnya bisa sampai Kalimantan hingga Papua.
“Pernah pakai Pos, meski jatuhnya lebih mahal. Pilihan lain, ada juga yang tergantung request pembeli jasa pengirimannya seperti Lion Parcel, karena di daerahnya yang paling mudah itu,” kata Takim, sapaan akrabnya.
Denyut bisnis logistik
Pandemi memang sempat menggebuk bisnis logistik. Utamanya bagi perusahaan yang menerapkan skema business to business (B2B). Produksi yang tak lagi optimal membikin pengiriman bahan baku pun merosot.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan sektor logistik sebenarnya mengalami pertumbuhan yang minus sekitar 16% selama 2020.
Namun begitu, bisnis logistik yang dijalankan para startup yang notabene menggaet segmen pasar langsung ke konsumen justru menurutnya semakin meroket. Alasannya, pembelian lewat e-commerce semakin bergairah.
Data Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) tahun 2020 menyebut, transaksi pembelian lewat pasar daring alias e-commerce meningkat 18,1% menjadi 98,3 juta transaksi. Bank Indonesia (BI) juga optimistis nilai transaksi e-commerce pada tahun 2021 akan tumbuh 33,2% menjadi Rp337 triliun, dari perkiraan nilai transaksi di 2020 yang sebesar Rp253 triliun.
“Startup logistik yang berkembang yang berkaitan dengan B2C (business to consumer) atau C2C (consumer to consumer), yang berkaitan dengan B2B drop,” ujar Zaldy kepada Alinea.id, Selasa (16/3).
Zaldy yang juga Co-founder Paxel ini, mengakui sepanjang tahun 2020 Paxel mengalami kenaikan sekitar 120% dibandingkan tahun 2019. Perusahaan yang mulai dijalankan pada awal 2018 ini fokus pada layanan sameday delivery dalam kota dan antarkota.
Menurutnya, startup logistik bisa bertahan jika bisnis modelnya inovatif. Selain itu, jasa logistik digital ini juga unggul karena biaya yang lebih murah namun pelayanan optimal.
“Tantangannya perubahan perilaku konsumen sejak pandemi, dan juga tuntutan customer yang menginginkan logistik yang lebih cepat dan murah,” kata dia.
Menggeliatnya bisnis logistik berbasis B2C dan C2C, juga ditunjukkan oleh Ninja Xpress. Sepanjang tahun 2020 ini, kinerja perusahaan tumbuh signifikan dengan mencatatkan jumlah pengiriman paket lebih dari 150 juta paket.
“Secara bisnis, Ninja Xpress mengalami pertumbuhan 4x lipat lebih tinggi dari tahun sebelumnya (year on year growth),” ujar Country Head Ninja Xpress, Ignatius Eric Saputra kepada Alinea.id, Selasa (16/3).
Lonjakan pengiriman ini, menurut Ignatius, terjadi selama musim festival belanja online tahun 2020. Khususnya Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) 10.10 hingga 12.12. Pengiriman barangnya pun bisa menyasar ke 100% wilayah Indonesia dengan succes rate sebesar 98%.
Hingga saat ini Ninja Xpress memiliki 13.000 Ninja Kurir di seluruh Indonesia. Kapasitasnya, sudah bisa mengantarkan lebih dari 500.000 paket setiap hari. Di tahun 2021 ini, Ninja Xpress menargetkan perkembangan bisnis dan operasional melalui kemitraan Ninja Point (Agen).
“Ninja Xpress melakukan perluasan jangkauan pengiriman dengan bekerja sama bersama dengan 1900 mitra Ninja Point yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” jelasnya.
Ignatius tak menampik, persaingan di bisnis logistik skala konsumen saat ini memang ketat. Mau tak mau, inovasi layanan logistik pun perlu terus digali. Di perusahaannya, upaya peningkatan kualitas layanan pengiriman menjadi fokus penting.
Startup asal Singapura yang berdiri sejak 2014 ini, juga melakukan berbagai pendekatan. Baik kepada pelaku usaha UKM maupun konsumen. Tujuannya, agar dapat membangun ekosistem digital yang saling mendukung satu sama lain.
“Berangkat dari komitmen tersebut, Ninja Xpress berupaya untuk mengantisipasi disrupsi teknologi khususnya digitalisasi bagi para pelaku UKM lokal,” imbuhnya.
Strategi jemput bola
Sementara itu, strategi pelayanan penjemputan ‘full pick up’ menjadi andalan startup logistik Anteraja. Jasa logistik ini juga menekankan ketepatan waktu pengiriman.
CEO Anteraja, Suyanto Tjoeng mengatakan perusahaan jasa kirim asal Indonesia itu, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kompetitor. Teknologi yang mumpuni membuat pengecekan status pengiriman dilakukan secara real-time. Selain itu, Anteraja juga melakukan fully pick up sehingga akan lebih hemat waktu dan biaya. Sementara untuk kompetitor lain, pengirim harus mengirimkan barang ke outlet terdekat.
“Kurir Anteraja juga kami anggap sebagai karyawan yang selalu memegang nilai-nilai perusahaan agar bisa melayani customer dengan baik,” ujar Suyanto Tjoeng kepada Alinea.id, Selasa (16/3).
Suyanto mengungkap, pihaknya kini terus memperluas wilayah jangkauan dengan hadir di lebih 280 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Rata-rata volume pengiriman Anteraja juga mengalami peningkatan signifikan hingga akhir 2020 (yoy).
Volume pengiriman Anteraja di tahun 2019 hanya mencapai 100.000 parcel/hari, sementara di akhir tahun 2020, rata-rata volume pengiriman sudah mencapai 300.000 parcel/hari. Adapun kurir Anteraja sampai saat ini sudah sekitar 7.500 orang.
Guna memperluas segmen pasar, perusahaan yang berdiri sejak awal 2019 ini telah bekerja sama dengan beberapa e-commerce seperti Tokopedia, Blibli.com, Shopee, dan Bukalapak. Selain melayani untuk konsumen B2C, Anteraja juga melayani untuk segmen B2B dan Social Commerce.
“Kami terus melakukan pemasaran omnichannel (online dan offline) agar dapat menjangkau target market yang lebih luas, memperkuat teknologi kami, serta terus menambah jumlah kurir dan layanan operasional,” paparnya.
Butuh kolaborasi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira berpendapat prospek bisnis logistik yang utamanya berupa pengantaran paket/bingkisan, memang semakin menarik bagi banyaknya startup logistik.
Layanan pengiriman pun, menurutnya saat ini cenderung berkompetisi dalam memberikan kepastian waktu pengiriman, tracking real time serta keamanan pengiriman. Perubahan pola belanja masyarakat di e-commerce juga membuat potensi pengembangan bisnis logistik akan meningkat pesat.
“Pandemi membuat ekspansi bisnis logistik 3-5 tahun lebih cepat,” ujar Bhima dihubungi Alinea.id, Selasa (16/3).
Secara nasional, peneliti INDEF ini menaksir kontribusi bisnis logistik saat ini sekitar 24% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini, menurutnya cukup potensial. Pasalnya, kinerja ini juga berdampak ganda dalam penyerapan tenaga kerja baru mulai dari tenaga administrasi sampai tenaga kurir.
Namun menjalankan bisnis startup logistik kini, memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Menurutnya, masih ada tantangan yang dihadapi secara nyata di lapangan. Utamanya terkait dengan keterbatasan layanan ke daerah terpencil dan masih sulitnya akses internet.
Tidak bisa tidak, Bhima menekankan, kolaborasi menjadi hal mutlak yang perlu dijalin oleh startup logistik ini. Termasuk, dalam menyediakan promo gratis ongkir untuk semakin menarik bagi pelanggan.
“Promo gratis ongkir itu sebenarnya sebagian ditanggung oleh perusahaan logistik. Kalau perusahaan cashflownya tidak kuat ya kalah bersaing dengan pemain besar,” pungkas dia.