Pemerintah tengah mengkaji pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) pengadaan batu bara untuk PT PLN (Persero).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah secara tegas mengaku, tidak sepakat dengan skema BLU untuk domestic market obligation (DMO) batu bara.
Melalui rencana BLU ini, dia sebut nantinya PLN tetap harus membeli batu bara dengan harga pasar, sebagaimana yang diinginkan pengusaha batu bara. Meski nantinya para pengusaha harus membayar iuran sebagai kompensasi kepada PLN melalui BLU.
"Menurut saya, BLU DMO batu bara hanya membuat ribet saja," paparnya kepada Alinea.id, Kamis (13/1).
Piter mengatakan, dengan skema ini PLN tetap harus membayar mahal ketika harga batu bara melambung tinggi. Beban ini nantinya akan menjadi tanggungan pemerintah melalui subsidi atau mungkin juga ditanggung oleh masyarakat sebagai pelanggan PLN.
"Jadi menurut saya pada akhirnya BLU ini hanya alat memenuhi keinginan para pengusaha tambang saja. Sayang sekali konsep ini justru disuarakan oleh pemerintah," sesalnya.
Berbeda dengan Piter, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, skema BLU ini layak untuk dipertimbangkan untuk diterapkan.
"Prinsipnya harus bisa menjamin pemenuhan energi primer batubara untuk kebutuhan dalam negeri dan tidak mengurangi pendapatan negara," jelasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, penerapan skema BLU saat ini masih dalam proses penggodokan. Skema BLU yang tengah dirumuskan akan seperti yang berlaku di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Jadi memang, antara lain PLN beli mekanisme pasar, tetapi split margin biaya produksi dan harga pasar, itu akan ditarik dari sejumlah sekian untuk menutup kompensasi dan subsidi. Itu akan dibahas apakah akan di ESDM atau Keuangan," jelasnya.