Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, harga gas global masih akan tinggi hingga 2025. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno.
Dia menjelaskan, sentimen penguatan harga minyak dunia juga berlaku untuk harga gas. Harga gas diprediksi masih akan tinggi akibat minimnya proyek Liquefied Natural Gas (LNG) yang mencapai keputusan akhir investasi atau Final Investment Decision (FID) di 2015-2018.
Selain itu, pandemi Covid juga berdampak pada keterlambatan konstruksi proyek. Sehingga harga gas masih akan tinggi.
"Sentimen penguatan harga ini juga berlaku untuk harga gas global, di mana hingga 2025 harga gas diprediksi cukup tinggi," ungkapnya dalam webinar Investasi Hulu Migas dalam Menghadapi Situasi Global dan Harga Minyak Dunia, Rabu (13/4).
Menurutnya, setelah 2025 pasokan gas diperkirakan akan mulai meningkat dari proyek yang FID di 2019. Namun masih tetap di bawah pertumbuhan demand jangka panjang. Sehingga harga diprediksi akan kembali meningkat.
"Kita tentunya harus bisa mengambil momentum harga migas ini dengan segera mengambil langkah-langkah percepatan pelaksanaan program kerja 2022 pada khususnya dan investasi di hulu migas pada umumnya," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kenaikan harga minyak dunia diperparah dengan konflik antara Rusia dan Ukraina. Selain juga akibat kondisi suplai global yang telah lama underinvestment dan tidak dapat memenuhi demand akibat pandemi Covid.
Kondisi ini menyebabkan harga minyak dunia sempat menembus angka US$125 per barel yang merupakan harga minyak tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
"Kenaikan harga minyak yang tinggi juga akibat konflik Rusia Ukraina dan juga situasi lockdown di Shanghai China baru-baru ini," jelasnya.