Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta kepada Gubernur DKI Anies Baswedan agar jangan sampai ada niatan-niatan lain dalam menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 menjadi 5,1% atau naik Rp 225.667 dari UMP 2021.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Hipmi Anggawira. Dia mengatakan mestinya Gubernur DKI bisa lebih bijaksana dalam melihat kondisi dan realitas ini secara objektif, dibenturkan dengan kondisi dan situasi yang ada.
"Harusnya Gubernur Anies bisa lebih bijaksanalah dalam melihat kondisi dan realitas secara lebih objektif," ungkap Anggawira kepada Alinea.id, Selasa (21/12).
Dalam situasi pandemi seperti saat ini, menurutnya, para pengusaha sedang dalam situasi yang sulit. Masih bisa bertahan saja sudah sangat baik.
"Jadi, dia (Gubernur) harusnya paham dari sisi penerimaan APBD DKI saja, juga pendapatan asli daerah (PAD) berapa merosotnya. Ini kan juga mencerminkan situasi yang dihadapi oleh para pengusaha di DKI Jakarta," jelanya.
Apalagi, dia sebut, di DKI Jakarta banyak pengusaha yang berada di sektor jasa. Di mana sektor ini sangat terpengaruh dengan adanya pembatasan mobilitas.
"Yang memang dengan adanya pembatasan mobilitas ini masih sulit untuk rebound," ucapnya.
Oleh karena itu, kenaikan UMP 5,1%, menurut Anggawira, bakal menciptakan kegaduhan. Dalam situasi seperti saat ini dia mengajak agar pengusaha dan pemerintah bisa berkolaborasi.
"Kalau ada niatan-niatan lain di balik ini harusnya ditahan dulu lah kita berkolaborasi dalam situasi seperti saat ini," jelasnya.
Sementara itu Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang melawan hukum regulasi ketenagakerjaan, khususnya terkait dengan pengupahan.
Mereka menganggap revisi ini berpotensi menimbulkan iklim yang tidak kondusif bagi dunia usaha dan perekonomian. Apindo juga meminta kepada Menteri Dalam Negeri memberikan pembinaan atau sanksi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Menanggapi hal ini, Anggawira menyampaikan pihaknya tidak mau berpolemik, mengenai sanksi menurutnya biar menjadi urusan dari pemerintah.
"Sebenarnya kita juga gak mau berpolemik lah ya masalah sanksi dan sebagainya itu kami serahkan saja ke pemerintah meski akhirnya ini ya memicu polemik," paparnya.