Produsen pembalut PT Softex Indonesia merancang penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) dengan nilai jumbo Rp7,05 triliun.
Manajemen Softex sudah menemui direksi PT Bursa Efek Indonesia untuk berkonsultasi. Dikabarkan, gelaran IPO jumbo senilai US$500 juta setara Rp7,05 triliun (kurs Rp14.100 per dolar AS) itu akan dilaksanakan pada tahun ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia membenarkan pada Rabu (10/7), manajemen Softex baru saja menemui Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo.
"Kalau Softex baru kemarin ketemu pak Laksono menyampaikan niatannya. Belum ada informasi berupa dokumen, hanya informasi secara lisan," kata Nyoman di Gedung BEI, Kamis (11/7).
Bloomberg melaporkan, produsen saniter yang didukung oleh perusahaan ekuitas swasta CVC Capital Partners, berencana menjual saham perdana dengan target perolehan dana US$500 juta.
Perusahaan berbasis di Tangerang, Banten, itu telah menemui penasihat keuangan untuk aksi go public. Musyawarah rencana IPO masih digelar dengan salah satu opsi adalah menjual lini bisnis.
Softex didirikan pada 1976 dan telah mengekspor pembalut wanita hingga 35 negara, termasuk negara-negara berkembang yang menilai produk-produk kebersihan khusus wanita yang bersih kerap dianggap sebagai barang mewah.
CVC Capital Partners sebelumnya membeli saham minoritas yang signifikan di perusahaan Indonesia pada 2015. Investasi ini merupakan keempat kalinya perusahaan tersebut di Asia Tenggara pada saat itu.
IPO tahun ini
Sepanjang tahun ini, terdapat setidaknya 31 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI. Pencatatan saham tahun ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia per 8 Juli 2019, total dana yang dihimpun dari proses IPO sejak awal tahun hingga 8 Juli 2019 sejumlah Rp3,66 triliun.
Masih dari data tersebut, terdapat setidaknya 8 perusahaan yang mengantre untuk melakukan IPO. Dalam waktu dekat ini, PT Hensel Davest Indonesia Tbk. akan melakukan IPO pada 12 Juli 2019. Sedangkan tujuh perusahaan lainnya adalah PT Ifishdeco Tbk., PT Dana Brata Luhur Tbk., PT Itama Ranoraya Tbk., PT Andalan Sakti Primaindo Tbk., PT Kencana Energi Lestari Tbk., PT Bhakti Agung Propertindo Tbk., dan PT Telefast Indonesia Tbk..
Melihat antusiasme dari perusahaan-perusahaan kecil dan menengah tersebut, Nyoman mengatakan hal ini membuktikan inklusi dari pasar modal. Sebab, sebelumnya terdapat perspektif jika pasar modal hanyalah sarana bagi perusahaan-perusahaan besar.
"Pasar modal sudah menjadi bagian yang dekat dengan mereka. Mungkin dulu ada yang merasa pasar modal elitis, dan sekarang mereka bisa masuk di sini, itu yang akan kita gerakkan," ujar Nyoman.
Sementara, untuk perusahaan-perusahaan besar yang tak kunjung melakukan IPO, Nyoman mengatakan bursa telah berupaya menarik minat mereka untuk IPO. Namun, keputusan untuk melakukan IPO atau tidak tetaplah kebijakan dari pemilik perusahaan.
"Menjadi perusahaan tercatat bukan hanya membicarakan soal dana, bisa jadi mereka butuh persaiapan dan konsolidasi," tuturnya.