Sebagai negara dengan produsen kelapa terbesar dunia, pasokan buah kelapa yang berlimpah sudah semestinya dapat dijaga.
Dalam upaya untuk menjaga pasokan kelapa dan harga tetap stabil saat produksinya melimpah, ada satu cara yang dapat diterapkan. Yakni lewat skema Sistem Resi Gudang (SRG) yang gunanya dapat melindungi produsen kelapa dari pasokan berlebihan dan berimbas pada harga kelapa yang turun.
Badan Pengawas Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Meindro Bayu Kusworo mengatakan, skema SRG dapat melindungi petani dari harga kelapa yang bisa jatuh. Petani dapat menyimpan hasil produksi kelapanya di gudang penyimpanan penjualan.
Sebagai informasi, SRG adalah sistem di mana petani dan produsen menyimpan di gudang dengan skema SRG. Lalu diterbitkan resi atau secarik kertas yang kedudukannya sama dengan sertifikat tanah, resi ini juga bisa diagunkan ke Bank.
"Kelapa itu kan pasokannya banyak, dengan sistem SRG ini jadi bisa menyesuaikan dengan kebutuhan industri. Kalau sedang tidak banyak permintaan, maka dapat ditahan atau tunda kemudian menjualnya biar harga tidak turun.
Meindro mengatakan, dengan diberlakukannya sistem SRG justru mendorong petani atau produsen kelapa agar dapat menjual kelapa dalam bentuk olahan lain. Seperti kopra sehingga harga jualnya jauh lebih mahal dibandingkan dalam bentuk kelapa saja.
Harga kelapa yang murah selama ini disebabkan karena produsen kelapa lebih senang menjual langsung kelapanya daripada mengolahnya. Padahal jika dikelola menjadi produk jadi punya daya jual tinggi.
"Kalau sudah jadi kopra bisa capai Rp7.000/kg, ini menguntungkan kalau petani punya akses pengolahan, tapi kalau kelapanya saja, ya paling hanya Rp800-Rp900 per butir," ujarnya.
Meindro menyebut skema SRG ini sudah diterapkan oleh komoditas lain seperti di perkebunan dan pertanian. Namun belum diterapkan khusus pada komoditas kelapa.
Sebanyak 123 gudang pun telah diberi bantuan untuk SRG, tapi sayangnya belum ada yang untuk komoditas kopra atau kelapa.