Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui adanya ketimpangan gender dalam hal besaran pendapatan yang diterima antara pekerja wanita dan laki-laki.
Menurut Menkeu, ketimpangan upah wanita secara umum mencapai 32% lebih rendah ketimbang upah laki-laki.
"Jika Anda lihat, ketimpangan gender tidak hanya pada tingkat partisipasi tapi juga pada besaran gaji. Perempuan menerima gaji 32% lebih rendah ketimbang laki-laki. Jadi itu artinya perempuan digaji lebih sedikit. Untungnya kalau di jajaran menteri, gaji kami sama," ujar Sri Mulyani (SMI) dalam acara Ring the Bell for Gender Equality di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (13/3).
Ketimpangan upah ini dinilainya terjadi karena telah mendarah dagingnya anggapan perempuan sebagai pekerja yang kurang berkontribusi di tempat bekerja.
Tak hanya sebatas masalah gaji, saat ini perempuan di seluruh dunia tidak hanya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan lainnya yang membatasi perempuan dalam mendapatkan kesempatan pekerjaan yang setara, serta kesempatan dalam kegiatan kepemimpinan.
Sri Mulyani menjelaskan, partisipasi kaum wanita di dunia kerja Indonesia saat ini hanya mencapai 55,4% dari total populasi. Berbeda jauh dengan pria yang mencapai 83% dari keseluruhan populasi di Indonesia.
Padahal, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan penggerak yang kuat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Sebagai perempuan kita senantiasa bersinggungan dengan norma sosial yang negatif, kekerasan, diskriminasi, serta beban yang tidak proporsional dari pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar, ini menjadi tantangan kita bersama, dan ini perlu dihapus pelan-pelan," katanya.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah saat ini tengah menyeriusi isu kesetaraan gender ini untuk segera diterapkan pada seluruh level mulai dari pemerintahan, swasta, hingga lingkungan masyarakat.
"Jika kita dapat menyediakan lebih banyak kegiatan atau kesempatan bagi perempuan untuk memainkan peran mereka dalam ekonomi, baik dalam pekerjaan, dalam kegiatan ekonomi, maka nilai perempuan akan sangat luar biasa," ucapnya.
Ekonomi
Hal senada juga disampaikan oleh United Nations Women Representative Sabine Machl. Menurutnya, untuk melihat dampak kontribusi perempuan dalam perkembangan ekonomi perlu didukung melalui norma positif yang dibangun lingkungannya dan inklusif yang memastikan lingkungan pendukung bagi perempuan.
"Hanya dengan ini perempuan dapat berkontribusi sepenuhnya dalam ekonomi, komunitas, dan bisnis," ujar Sabine.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Indonesia Global Compact Network (IGCN) Y.W. Junardy senantiasa membenarkan adanya pengaruh yang signifikan dari kehadiran perempuan dalam bisnis.
"Pemberdayaan perempuan di tempat kerja memberi keuntungan finansial di sektor swasta. Ketika perempuan mengambil peran strategis di posisi kepemimpinan, hal ini akan menarik perhatian investor untuk masuk ke dalam perusahaan, dan hasilnya bisnis menjadi lebih baik. Banyak perusahaan di Indonesia yang menyadari hal ini dan mulai memperkerjakan perempuan dan memberi mereka kesempatan setara," kata Junardy.
Kemudian, Presiden Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Shinta Kamdani menawarkan beberapa opsi yang bisa diterapkan di Indonesia demi mencapai kesetaraan gender dalam dunia kerja.
"Kebijakan yang bisa ditempuh antara lain melalui upaya dalam mengatasi kesenjangan upah, memajukan perempuan dalam posisi kepemimpinan dan manajemen, meningkatan partisipasi karyawan perempuan, serta berinvestasi dalam lingkungan kerja yang ramah perempuan," ujarnya.