Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut laporan Moody's Investor Service tentang utang korporasi di Indonesia menjadi peringatan untuk mengambil keputusan.
Moody's Investor Services dalam laporannya menyebutkan perusahaan-perusahaan di Indonesia rentan terkena risiko gagal bayar utang. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya pendapatan perusahaan sepanjang tahun.
"Saya rasa apapun yang disampaikan lembaga-lembaga pemeringkat adalah suatu assessment dan peringatan yang baik untuk jadi bahan bagi para pengambil keputusan di korporasi untuk menjadi lebih waspada terhadap lingkungan yang berubah," katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (1/10).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menyampaikan agar korporasi yang beroperasi di Indonesia bersiap dengan segala dinamika perekonomian global yang semakin tidak menentu.
Lebih lagi, lanjutnya, dalam kondisi pelemahan ekonomi global yang berdampak pada penurunan permintaan pada berbagai sektor industri, korporasi harus dapat melakukan efisiensi untuk mencukupi pembayaran utang perusahaan.
"Oleh karena itu, dalam lingkungan ekonomi yang diperkirakan melemah, mereka harus mulai melihat dari sisi efisiensi di dalam (perusahaan). Kemampuan mereka untuk bisa tetap menghasilkan pendapatan dan biaya yang semakin efisien, membuat mereka dapat menghadapi kemungkinan pelemahan tersebut," ujarnya.
Sri menuturkan, kondisi yang sama bukan hanya untuk korporasi swasta tetapi juga untuk badan usaha milik negara (BUMN). Dia pun mengatakan pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang baik dalam membentuk kebijakan fiskalnya untuk mendorong pertumbuhan BUMN yang sehat.
"Dari penjaminan dan support ke BUMN, kita monitoring secara terus-menerus, bagaimana tingkat risiko instrumen fiskal yang kita gunakan untuk mendukung BUMN menjalankan misi-misi pembangunan," ucapnya.
Selain itu, ujar Sri, pihaknya akan terus menjalin komunikasi dengan Kementerian BUMN dalam rangka mensinergikan bauran kebijakan mengenai langkah-langkah preventif yang akan dilakukan untuk menyelamatkan BUMN dari gagal bayar utang.
"Kita juga komunikasi dengan kementerian BUMN mengenai observasi dan pandangan kita, diharapkan ini terus jadi cara untuk pengelolaan BUMN yang baik," tuturnya.
Sebelumnya dalam laporan bertajuk "Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen" disebutkan Indonesia dan India merupakan dua dari 13 negara di Asia Pasifik yang memiliki korporasi dengan risiko gagal bayar utang tertinggi.
Laporan itu meneliti risiko kredit dari 13 negara Asia Pasifik, yakni China, Australia, Hongkong, Korea, Malaysia, Jepang, Selandia Baru, Australia, Taiwan, Thailand, dan Singapura, di samping India dan Indonesia.
Moody's menjelaskan profil utang korporasi Indonesia sangat buruk karena memiliki Interest Coverage Ratio (ICR) yang sangat kecil dibandingkan negara-negara lainnya.
Dalam laporan tersebut dijelaskan 40% utang korporasi di Indonesia memiliki skor ICR di bawah 2. Sementara itu, semakin rendah angka ICR menunjukan beban bunga yang semakin tinggi atau pendapatan korporasi yang semakin berkurang.
Adapun, ICR dihitung dari rasio utang terhadap pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, dan depresiasi (EBITDA) dibagi dengan beban bunga. Semakin rendah skor ICR menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utang pun ikut turun.
Di sisi lain, India juga memiliki sekitar 40% perusahaan yang juga memiliki ICR di bawah 2. Sedangkan risiko paling rendah dimiliki oleh Jepang, di mana seluruh utang korporasinya memiliki angka ICR di atas 2 dan juga Korea Selatan hanya 5% dari utang korporasinya yang memiliki ICR di bawah 2.