Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam rapat dengan Kementerian Keuangan mengkritik soal pertumbuhan ekonomi yang tidak pernah mencapai target sejak 2014 hingga 2018.
Anggota Banggar DPR Bambang Haryo mengatakan meskipun pemerintah telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan 2018, namun hal itu tidak bisa menggambarkan kinerja pemerintah secara keseluruhan.
Bambang menuturkan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah telah gagal memenuhi target pertumbuhan ekonomi, serta realisasi nilai tukar rupiah dan lifting minyak dan gas.
Selain itu, kata Bambang, yang paling krusial yakni pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,17%, lebih rendah dari yang ditargetkan pemerintah yakni 5,4% dalam APBN 2018.
"Predikat WTP tidak bia gambarkan efisiensi dan praktik korupsi suatu institusi. pemerintah harus tingkatkan kinerja pengelolaan APBN. Kementerian/Lembaga harus perhatikan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran tersebut," ujar Bambang.
Menggapi pertanyaan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, APBN merupakan satu instrumen, namun bukan merupakan target keseluruhan dalam satu pemerintahan.
"Tapi dia merupakan suatu assessment atau penilaian terhadap kemungkinan apa yang terjadi pada tahun 2018, yang kemudian dijadikan basis bagi kami menghitung besar-besaran di dalam APBN tersebut," ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan asumsi makro yang terdapat dalam APBN seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak, kurs rupiah, dan suku bunga menjadi basis untuk menghitung pertumbuhan negara.
Sementara, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi nasional masih bergantung pada berbagai faktor seperti kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah pusat dan daerah, serta keterlibatan swasta dalam aktivitas perekonomian.
"Tahun 2018 kita semua sepakat bahwa terjadi perubahan policy secara global. Hal ini kemudian menyebabkan capital outflow dan dinamika yang sangat besar terhadap nilai tukar, harga minyak, dan bahkan terhadap harga komoditas yang lainnya," ujarnya.
Adapun realisasi asumsi makro dalam APBN 2018, di antaranya pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,17% dari yang ditargetkan 5,4%. Sementara lifting lifting minyak hanya mencapai 778.000 barel per hari dari target sebanyak 800.000 barel per hari, dan lifting migas hanya mencapai 1.145.000 barel per hari, dari target 1.200.000 per barel.
RUU APBN 2018
Sementara itu, rapat Banggar itu juga membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang APBN 2018.
Dari 10 Fraksi yang menghadiri rapat tersebut, Fraksi Gerindra hanya satu-satunya fraksi yang menolak RUU APBN 2018 itu disahkan.
Anggota Banggar Fraksi Gerindra Bambang Haryo mengatakan tidak dapat menyetujui pengesahan perundang-undangan atas pertanggungjawaban APBN 2018.
"Langkah kebijakan pemerintah dalam merealisasikan APBN 2018 tidak berhasil penuhi target yang jadi amanat undang-undang. Fraksi Gerindra menyatakan belum dapat setujui pengesahan perundangan atas pertanggungjawaban belanja negara 2018," ujar Bambang Haryo.
Terdapat sembilan fraksi lainnya menyetujui agar RUU APBN disahkan untuk dibentuk undang-undang. Kendati demikian, kesembilan fraksi tersebut juga mempertanyakan perihal alasan pemerintah yang tidak dapat memenuhi target pertumbuhan ekonomi tersebut.
Sembilan frkasi tersebut adalah Fraksi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional Demokrat, dan Partai Hanura.