Sri Mulyani yakin target pajak 2019 tercapai Rp1.577,56 triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis target penerimaan pajak tahun 2019 akan tercapai meski menghadapi tekanan eksternal yang kuat.
Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun.
"Target penerimaan pajak 2019 itu berat tapi berat bukan berarti tidak bisa kita capai," kata Sri Mulyani saat melantik pejabat eselon tiga Kemenkeu di Gedung Dhanapala Jakarta, Selasa (17/9).
Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus mencoba membuat target penerimaan dari sektor pajak kredibel dan sesuai dengan kondisi ekonomi.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengakui ekonomi Indonesia saat ini menghadapi tekanan luar yang berat dan pelemahan ekonomi dunia.
Selain itu, lanjut Menkeu, kemungkinan terjadi resesi ekonomi di berbagai negara ikut menekan kinerja ekspor yang berpengaruh kepada seluruh perekonomian Tanah Air.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun. Selama semester I-2019, penerimaan pajak mencapai Rp603,34 triliun, atau baru mencapai 38,25% dari target APBN 2019.
Pajak Penghasilan masih menjadi sumber utama pertumbuhan penerimaan pajak hingga akhir Semester I-2019 ini dengan nominal Rp376,32 triliun. Jika dibandingkan dengan semester I-2018, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan 3,75%.
Penerimaan kedua diikuti penerimaan pajak dari sektor nonmigas sebesar Rp346,16 triliun, PPN dan PPn BM dengan nominal Rp212,32 triliun, sektor migas Rp30,16 triliun, serta PBB dan pajak lainnya sebesar Rp14,70 triliun.
Teknologi
Menteri Terbaik di Dunia (Best Minister in the World Award) di World Government Summit yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2018 ini menuturkan bahwa kecanggihan teknologi tidak semata dilihat sebagai ancaman tapi justru memberikan peluang penerimaan pajak khususnya dari sektor informal seperti wirausaha digital.
"Sebagai Menteri Keuangan, itu harus dilihat sebagai sebuah keuntungan," kata Finance Minister of The Year 2019 Global and Asia Pacific dari majalah keuangan The Banker itu.
Menurut Menkeu, ada nilai ekonomi yang didapatkan dari sektor informal yakni para pelaku usaha individu tersebut ketika mereka menjalankan bisnisnya dengan mengandalkan kecanggihan teknologi.
Dengan memanfaatkan teknologi, pelaku usaha bisa berpromosi gratis dan menjalankan usaha melalui akun media sosial seperti Instagram, Facebook dan aplikasi lainnya.
Sebelumnya, lanjut dia, sektor informal kerap dicap sebagai sektor yang kecil dan di luar dari sistem.
Namun, kini seiring kecanggihan teknologi sektor informal tersebut bukan lagi sektor kecil dan jauh dari skala ekonomi, melainkan berpeluang tumbuh karena biaya operasional tidak besar.
Menteri Keuangan terbaik secara berturut-turut pada 2017 dan 2018 versi Majalah Finance Asia itu menambahkan pihaknya memiliki sistem untuk mendeteksi pelaku usaha digital tersebut sehingga penerimaan negara dari pajak bisa digenjot.
Kehadiran sektor informal itu, kata dia, menjadi fenomena tersendiri untuk cepat direspons di tengah upaya pemerintah menggenjot pajak dari sektor formal seperti perusahaan besar berbasis digital.
Selain perusahaan digital berskala besar, peluang penerimaan pajak juga bisa ditingkatkan dari perusahaan jual beli berbasis aplikasi yang kini banyak bermunculan di Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam kesempatan terpisah sebelumnya menyebut transaksi digital juga berkontribusi besar dalam penerimaan pajak.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dalam Ngobras beberapa waktu lalu menyebutkan salah satu jenis konsumsi yakni belanja jasa dan barang tak berwujud dari luar negeri melalui wadah digital di Indonesia estimasinya mencapai Rp93 triliun tahun 2018.
Apalagi, lanjut dia, berdasarkan studi dari Temasek dan Google, tahun 2025 konsumsi jasa dan barang tak berwujud di Indonesia diperkirakan melonjak mencapai Rp277 triliun dengan potensi PPN mencapai Rp27 triliun.
Dengan adanya revisi undang-undang salah satunya UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ujar dia, negara akan mendapatkan pemasukan yang besar khususnya yang dikontribusikan dari konsumsi jasa digital. (Ant)