Studi yang dilakukan oleh Standard Chartered tentang strategi dan tantangan yang dihadapi para CFO dan Treasurer di AS, Inggris, Jerman, dan Prancis menunjukkan bahwa, pasar luar negeri tetap menjadi kunci utama pertumbuhan perusahaan.
Dalam studi itu disebutkan, perusahaan Eropa dan Amerika Serikat (AS) menempatkan Indonesia sebagai negara Asia Tenggara keempat yang paling disukai, dalam hal peluang membangun atau memperluas sumber daya, penjualan atau operasi mereka selama enam hingga satu tahun ke depan.
Kendala regulasi menjadi perhatian nomor satu di antara responden yang ingin berekspansi ke Indonesia.
"Hal ini memberikan peluang bagi Indonesia untuk mempromosikan kemudahan investasi asing melalui peningkatan kesadaran akan kemudahan berusaha," kata CEO of Europe and Americas, Standard Chartered Torry Berntsen, dalam keterangan tertulis, Selasa (16/3).
Adapun beberapa inisiatif telah diluncurkan Indonesia terkait kemudahan investasi dan usaha, termasuk mengesahkan UU Cipta Kerja, serta membentuk Otoritas Investasi Indonesia (INA) sebagai institusi pengelola dana kekayaan negara atau sovereign wealth fund.
Dia menjelaskan, Asia tetap menjadi kawasan pertumbuhan utama, dengan lebih dari 85% perusahaan beroperasi dan menerapkan kegiatan usaha.
Selain itu, Afrika dan Timur Tengah juga mengalami peningkatan marjinal (naik 4%) sebagai pasar pertumbuhan potensial selama enam hingga dua belas bulan ke depan.
Meskipun berambisi untuk berkembang secara internasional, para perusahaan yang ingin memperluas atau memperkuat operasi internasional mereka memahami bahwa persyaratan peraturan di luar negeri tetap menjadi kendala terbesar atau sebanyak 35%.
"Kendala lainnya adalah kebutuhan untuk membangun hubungan dengan pemasok dan menyesuaikan logistik rantai pasokan," ujarnya.
Torry menjelaskan, dalam situasi pascapandemi prioritas perusahaan mengalami pergeseran, yakni adanya penurunan prioritas pada hal-hal terkait kegagalan rantai pasokan, yaitu turun 2% menjadi 50%.
Di sisi lain, kebutuhan likuiditas juga turun 2% menjadi 47%, dan kenaikan prioritas terkait peningkatan investasi dalam digitalisasi untuk memobilisasi likuiditas meningkat 4% hingga 66%, dan isu ESG naik 5% hingga 23%.
"Jelas terlihat bahwa bisnis mulai memberikan perhatian yang lebih besar pada pertumbuhan di luar negeri dan berinvestasi untuk masa depan," tuturnya.
"Keberlanjutan, digitalisasi, dan kebutuhan memahami regulasi bukan hanya kunci bagaimana bisnis akan dijalankan, tetapi juga peluang bagi perusahaan meningkatkan efisiensi operasional, tumbuh secara internasional, dan menjadi yang terdepan dalam persaingan," ucapnya.