Starbucks ‘BPJS’ dan potensi besar pasar minuman kopi kemasan
Jenama Starbucks sebagai kedai kopi asal Amerika Serikat yang mendunia belakangan kembali viral. Kopi dengan logo wanita berambut panjang ini hadir dalam kemasan kalengan yang tersedia di gerai-gerai ritel. Produk ini ramai diperbincangkan sebagai Starbucks versi 'BPJS' atau bisa diartikan kopi mahal dalam versi murah yakni Rp15.000-an.
Beberapa konten kreator pun berlomba-lomba me-review minuman kaleng terbaru yang laris diburu ini. Seperti halnya akun Tiktok @diikadik yang turut menjajal rasa kopi dengan dua varian rasa yakni Mocha dan Espresso Latte itu.
“Esensi kopi yang dibikin baru seperti di kedai, enggak ada ya, ini beda. Lebih seperti kopi kalengan lainnya,” ujarnya yang mengaku sebagai penggemar setia kopi Starbucks ini.
Ia mengaku biasa membeli kopi Starbucks tiga sampai empat kali seminggu sebelum berangkat ke kantor. Namun, kopi Starbucks kalengan seharga Rp15.000 atau lebih tepatnya Rp14.900 ini tetap terasa enak di lidahnya dan memiliki kekentalan yang pas. Dus, menurutnya, kopi ini pun layak ‘dipamerkan’ di sosial media.
Hal senada juga diulas akun Tiktok @mrsandhika. “Lidah aku enggak asing sama rasanya,” ungkapnya.
Kedua Tiktoker ini memang menyadari hadirnya Starbucks dalam kemasan kalengan di gerai ritel sebenarnya menggandeng nama Nestle sebagai produsen kopi kemasan Nescafe. Ya, usut punya usut dalam kaleng kopi Starbucks tertera tulisan: “Nestle menggunakan merek dagang Starbucks dengan lisensi”.
Untuk diketahui, sejak terjalin kemitraan Global Coffee Alliance di tahun 2018, Nestlé dan Starbucks telah memasarkan rangkaian produk kopi premium secara cepat di 84 negara. Nestlé mendistribusikan produk-produk Starbucks Consumer Packaged Goods (CPG) dan layanan minuman, di luar gerai ritel Starbucks. Termasuk, kopi Starbucks kaleng yang mulai merambah gerai-gerai ritel sejak September lalu.
Pada Selasa (18/10) lalu, Starbucks kian meneguhkan kekuatan brand-nya dengan juga merambah ke pasar kopi rumahan. Bersama Nestle, Starbucks hadir dalam bentuk kopi whole bean, roast & ground, maupun kapsul kopi Starbucks untuk mesin Nespresso dan Nescafé Dolce Gusto, serta kopi kemasan dan kopi siap minum (ready to drink).
Dalam peluncuran produk Starbucks® Coffee At Home, Country Business Manager, Coffee Nestlé Indonesia Sherif Hani menyatakan pihaknya yakin produk-produk ini akan mampu menarik konsumen baru. Produk kopi Starbucks rumahan ini, harapnya, juga dapat menciptakan berbagai momen-momen yang menyenangkan.
"Produk-produk baru ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan segmen konsumen kalangan muda yang dinamis melalui rangkaian minuman kopi yang inovatif dan disesuaikan,” tambahnya.
Sejauh ini, produk Starbucks kemasan siap minum maupun bubuk bisa diperoleh di sejumlah gerai ritel supermarket premium dan minimarket, serta e-commerce. Tidak hanya merilis produk Starbucks Roast & Ground dengan berbagai tingkat pemanggangan, brand ini juga kembali merilis Frappuccino dalam kemasan botol 280ml.
Menurut Hani, meski nama Starbucks dipakai sebagai lisensi produk kopi kalengan, namun untuk resep kopi sendiri tetap berasal dari kedai kopi yang berpusat di Seattle, Washington, Amerika Serikat itu. “Ini 100 persen dari biji kopi Arabica dan berkualitas,” sebutnya.
Hani menambahkan peluncuran rangkaian produk ini tidak lepas dari fakta besarnya pasar kopi di tanah air yang terus tumbuh. “Pasar besar dan terus tumbuh setiap tahun dan masuk ke generasi muda,” tambahnya.
Dia menilai jika ingin menyasar konsumen generasi anak muda, maka diperlukan inovasi berupa produk yang simpel dan cepat saji. “Kita memiliki semua produk ini untuk bikin kopi di mana saja dan kapan saja,” sebutnya.
Saling melengkapi
Direktur Corporate Affairs Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu menambahkan baik produk kopi Starbucks kemasan kaleng maupun kemasan botol, semua telah mengikuti standar gerai kopi tersebut.
“Yang bisa dipastikan semua resep mengikuti standar Starbucks beda dengan resep Nestle,” ungkapnya saat berbincang di sela-sela acara peluncuran.
Dia menambahkan untuk kopi Starbucks ready to drink (RTD) kemasan kaleng dan botol pun menyasar target pasar yang berbeda. Hal ini ditandai dengan channel penjualan yang berbeda. Jika Starbucks kalengan dijual di gerai minimarket, maka Frappucino dalam kemasan botol plastik dijual di supermarket premium dengan harga lebih mahal yakni berkisar Rp39.000-Rp49.000 untuk ukuran 280 ml.
“Semua dijual di luar gerai Starbucks, untuk leverage market, memperluas size market jadi selain orang yang di gerai kita juga reach out di luar gerai,” bebernya.
Vivin, demikian ia akrab disapa, juga memastikan brand Starbucks kalengan tidak akan ‘memakan’ pangsa pasar produk kopi kemasan Nestle lainnya yakni Nescafe. “Memang yang di pasar jadi kompetitor satu sama lain tapi kita lancarkan strategi untuk mengkomplementer masing-masing,” jelasnya.
Langkah serupa juga dilakukan brand kopi Kenangan pada awal 2022 lalu. Startup unicorn ini meluncurkan kopi dalam kemasan botol dengan tiga varian rasa yakni Black Aren, Mantancinno, dan Avocuddle dalam kemasan 220 ml.
Seperti halnya kolaborasi Starbucks dan Nestle, kopi kemasan ini juga bentuk kolaborasi Kopi Kenangan dengan perusahaan mitranya yakni PT ABC Kogen Dairy di Bandung, Jawa Barat. Dalam kemasan botol tersebut, tertulis kopi diproduksi oleh PT ABC Kogen Dairy.
Menyandang tagline Kopi Kenangan Hanya Untukmu, produk minuman ini diklaim seratus persen menggunakan biji kopi lokal pilihan,susu segar, serta gula aren murni. "Kopi Kenangan menutup Seri C Pendanaan dan status Unicorn F&B (perusahaan makanan dan minuman) pertama di Asia Tenggara. Perjalanan kami masih panjang dan harus melakukan inovasi terbaru untuk memuaskan konsumen," kata Chief of Business Development Officer dan Co-Founder Kopi Kenangan, James Prananto, dalam acara peluncuran Kopi Kenangan Hanya Untukmu, Januari lalu.
Menurutnya, masuknya Kopi Kenangan dalam pasar kopi kemasan merupakan salah satu inovasi jenama dengan 400 gerai di 45 kota Indonesia ini. Langkah ini bahkan diklaim sebagai coffee chain pertama di Indonesia yang meluncurkan kopi siap minum. "Ini juga merupakan salah satu cara kami untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar," kata James.
Pasar besar kopi kemasan
Manisnya kopi kemasan memang telah mendapat tempat tersendiri di pasar tanah air. Terbukti dari data Nielsen IQ yang memaparkan pertumbuhan volume rata-rata kategori kopi siap minum sebelum pandemi sebesar 20% per tahun. Angka ini sempat turun di 2020 karena pandemi, namun kembali bangkit dan tumbuh 20% pada 2021.
Sementara itu, Berdasarkan data Euromonitor, pangsa pasar kopi siap saji di Indonesia sebesar 248,4 juta liter pada 2020. Nilai tersebut menurun 0,6% dari tahun sebelumnya yang sebesar 249,8 juta liter.
Secara rinci, pangsa pasar kopi RTD di luar perdagangan (off-trade) tercatat sebesar 247,7 juta liter pada 2020. Sedangkan, jumlahnya untuk dalam perdagangan (on-trade) hanya sebanyak 0,7 juta liter. Pangsa pasar kopi RTD juga cenderung meningkat sejak 2010 hingga 2019. Kenaikan pangsa pasar kopi RTD terjadi pada 2013 sebesar 107,83% menjadi 45,1 juta liter.
Adapun, total konsumsi kopi Indonesia tercatat sebesar 5 juta kantong berukuran 60 kilogram (kg) pada 2020/2021. Jumlah itu meningkat 1,7% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 4,8 juta kantong kopi berukuran 60 kg.
Baik Kopi Kenangan yang berasal dari Indonesia maupun Starbucks dari Amerika Serikat telah melihat besarnya pangsa pasar kopi kemasan di tanah air. Target pasarnya pun jelas, kalangan muda dengan rentang usia produktif dari 18-35 tahun yang dikenal gemar dengan kepraktisan.
Sri Mulato dalam situs Coffee and Cocoa Training Center/cctcid.com menyebutkan terjadi pergeseran konsumsi kopi seiring perubahan zaman. Jika generasi baby boomer punya tradisi minum kopi dengan seduhan tubruk, maka generasi milenial ngopi dengan embel-embel ritual sosial.
‘Ngopi’ tidak sekadar minum namun juga hangout bersama kelompoknya di ruang seperti kafe. “Menyusul berikutnya, generasi Y dan Z mengubah gaya ‘hangout’ ke aplikasi menikmati minuman kopi RTD yang bisa di-order lewat aplikasi,” ungkapnya.
Minuman kopi jenis ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970 yakni diproduksi oleh Suntory dan Ueshima Jepang. Kini, di Indonesia sendiri banjir produk kopi RTD sudah terjadi sejak sepuluh tahun terakhir.
“Volume produksi RTD kopi meningkat tajam dari 50 juta liter menjadi 248 juta liter per tahun. Produksinya sebagian besar dikuasai oleh industri skala besar, berciri kapasitas besar, dan proses produksi yang komplek,” beber Sri.
Dua hal yang berbeda
Masuknya dua brand kedai kopi dalam pasar RTD, menurut pengamat marketing Yuswohady adalah langkah yang cukup baik. Namun, brand tersebut bermain di segmen yang berbeda. “Bukan segmen atas-bawah, tapi mobile dan enggak mobile atau convenience (kenyamanan-red) atau experience (pengalaman-red),” ujarnya kepada Alinea.id, Senin (24/10).
Dia menjelaskan orang yang mengkonsumsi kopi di kedai mencari experience berupa suasana kedai, kumpul bersama teman, nongkrong sore, dan lain-lain. Sementara kopi kalengan atau kemasan lebih kepada kepraktisan karena bisa dibawa kemana saja.
“Jadi kalau orang yang kafe ke Starbucks demi gengsi atau kalangan high end terus ketika dia minum Starbucks kaleng kastanya turun, enggak gitu. Starbucks yakin masuknya dia ke pasar RTD enggak akan memakan segmen yang di kedai untuk experience seeker,” bebernya.
Hal ini berbeda jika misalnya Starbucks menjual kopi di kedai dengan versi lebih murah. Apalagi, Starbucks juga melabel harga kopi kemasan sangat jauh dibanding di kedai yang rata-rata lebih dari Rp35.000 segelas. Di pasar RTD, Starbucks memposisikan diri sebagai kopi premium. Terbukti dari harga Rp15.000-Rp39.000 yang tergolong mahal untuk ukuran minuman kemasan.
“Karena average kan kopi RTD Rp10 ribu, di bawah lagi ada harga Rp5.000-an.
Menurutnya, kolaborasi Nestle dan Starbucks juga langkah positif bagi kedua brand. Kolaborasi yang berasal dari inisiatif Nestle ini akan meraup pasar jauh lebih besar dibanding pasar kedai. Target pasarnya pun bisa semakin beragam. “Pinter nih Nestle dia tahu Starbuck kuat di kopi dan dia coba saling menguntungkan,” ungkap Managing Partner Inventure ini.
Adapun bagi Starbucks, dengan harga Rp15 ribu dia menjadi yang termahal di pasar kopi RTD. “Jadi enggak saling kanibal, enggak merusak pasar kedai,” tambahnya.
Sayangnya, lanjut Yuswohady, kopi kemasan Starbucks dan Nescafe milik Nestle dinilai sebagian orang memiliki rasa yang hampir sama. Padahal, harga keduanya cukup jauh berbeda yakni Nescafe di kisaran Rp10.000 per kaleng.
“Masalahnya Nestle karena dia ada existing produk di Rp10 ribu dan dia kenalkan produk baru segmen Rp15 ribu, harusnya dipisahkan sama sekali jangan sampai kanibal,” sarannya.
Ke depan, Yuswohady meyakini pangsa pasar penikmat kopi akan tumbuh baik itu di kedai maupun minuman kemasan. Meski ada ancaman resesi, dia bilang, kebiasan nongkrong di kafe akan tetap subur karena bersifat addicted dan rekreasional. Beda halnya dengan segmen RTD yang fungsional justru bisa terpengaruh dampak resesi.
Jumlah kedai Starbucks di beberapa negara
Negara | Company operated stores | Licensed stores |
Amerika Serikat | 8.947 | 6.387 |
China | 5.358 | - |
Jepang | 1.546 | - |
Kanada | 908 | 468 |
Inggris | 298 | 791 |
Korea Selatan | - | 1.611 |
Turki | - | 559 |
Indonesia | - | 487 |
Thailand | - | 425 |
Meksiko | - | 746 |
Sumber: Statista.com
“Secara overall market akan tumbuh, yang penting bagi Starbuck dan Nestle segmennya sama sekali berbeda. Artinya market dua-duanya kolamnya membesar, bukan kolamnya campur jadi satu,” tutupnya.