

Statistik Lebaran dan bayang suram situasi ekonomi di 2025

Asmuni, 51 tahun, merasa musim mudik tahun ini jauh berbeda ketimbang momen mudik pada 2024. Menurut dia, kampungnya di Comal, Pemalang Jawa Tengah, terasa sepi. Itu setidaknya terlihat dari "kecilnya" keuntungan jualan bakso yang dilakoni Asmuni saat Idul Fitri.
"Kemarin (Lebaran 2024), nyari uang Rp1 juta mah gampang. Sekarang, jualan dapat di hari lebaran cuma Rp500 ribu," kata Asmuni kepada Alinea.id, Senin (31/2).
Asmuni berasumsi tak banyak orang yang mudik ke Pemalang tahun ini. Ia menduga kondisi perekonomian para perantau asal Pemalang sedang sulit. Apalagi, sedang ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di ibu kota.
"Saya juga korban PHK. Saya pulang kampung dan sekarang coba-coba dagang baso karena pabrik garmen tempat saya kerja di Kapuk, (Jakarta Utara) tutup," kata Asmuni.
Sunar, 46 tahun, warga Wiradesa, Pekalongan, Jawa Tengah, juga merasa demikian. Seminggu sebelum Idul Fitri 2025, Sunar mengaku sudah menerka musim mudik kali ini di Pekalongan tak akan seramai tahun lalu.
"Saya sudah feeling kayaknya enggak akan ramai yang pulang kampung. Eh, benar aja. Kemarin, saya datang pas lebaran, cuma dapat dikit. Ya, lebih dikit dari hari biasa," kata Sunar kepada Alinea.id, Selasa (1/4).
Sehari-hari, Sunar berdagang es campur di pesisir utara Pekalongan. Menurut dia, pendapatan harian yang ia peroleh pada momen Idul Fitri tak berbeda jauh dengan keuntungan hariannya. "Panas aja enggak laku, apalagi kalau hujan," ujar Sunar.
Sunar mengaku khawatir sepinya pembeli saat Lebaran jadi gambaran bakal buruknya perekonomian rumah tangga dia di tahun 2025. "Kalau sama sekali enggak ada perubahan, ya sudah, kencangkan ikat pinggang," imbuh dia.
Prediksi Asmuni dan Sunar "dibenarkan" data yang data jumlah pemudik yang dihimpun Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Menurut Kemenhub, ada 10.168.141 pemudik bergerak ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Pergerakan pemudik dipantau sejak H-10 hingga H+1.
Jumlah pemudik yang dicatat Kemenhub itu lebih rendah sekitar 563.000 orang jika dibandingkan angka pemudik tahun lalu. Pada Idul Fitri 2024, tercatat sekitar 10,7 juta orang yang mudik ke kampung halaman masing-masing.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai wajar jika jumlah pemudik tahun ini turun. Kondisi ekonomi memang sedang lesu. Selain itu, gelombang PHK juga masif di awal tahun.
"Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 18.610 orang yang terkena PHK dari Januari hingga Februari 2025. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024. Bahkan, jika mengacu data KSPI, sudah ada 60.000 buruh di PHK dari 50 perusahaan," kata Bhima kepada Alinea.id, Selasa (1/4).
Seiring itu, Indeks Keyakinan Konsumen yang menurun hingga 0,4% dibanding IKK Desember 2024. Menurut Bhima, kondisi itu tergolong anomali. Jika mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena optimisme konsumen di awal tahun. IKK Februari 2025 juga melemah.
Memburuknya kondisi perekonomian masyarakat juga terlihat dari melemahnya Indeks Penjualan Riil (IPR). Pada Januari 2025. angka IPR turun menjadi 211,5 poin. Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin.
"Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024, masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025. Ini mendorong penjualan eceran kita juga turun," kata Bhima.
Nilai peputaran uang saat momen Ramadan dan Idul Fitri juga ikut turun. Celios mencatat tambahan jumlah uang beredar (JUB) hanya di angka Rp114,37 triliun. Pada 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun.
Penurunan JUB pada Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini, kata Bhima, akan mempengaruhi pembentukan PDB secara nasional. Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadan dan Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun.
"Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5%. Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun," jelas Bhima.
Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan. Angkanya hanya mencapai 46,4% terhadap total dana pihak ketiga (DPK). Pada awal periode pemerintahan Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya mencapai 58,5%, sedangkan pada awal periode pemerintahan Jokowi-Amin sebesar 57,4%.
"Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut," jelas dia.
Bhima mengatakan kondisi ekonomi bisa jauh memburuk pasca-Idul Fitri 2025 karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan. Selain itu, pemerintah juga melakukan efisiensi besar-besaran yang berpengaruh kepada kepercayaan konsumen.
"Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya" kata Bhima.


Berita Terkait
Cerita pengguna travel gelap saat mudik Lebaran 2025
Jasa Marga: 815.612 kendaraan kembali ke wilayah Jabotabek
Prof. Azyumardi Azra: Fitrah memperkuat ukhuwah untuk kedamaian
Kapolri: Idulfitri momen untuk jadi pribadi yang akhlakul karimah.

