Indonesia menyiapkan sederet strategi investasi guna menekan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu mengatakan dibutuhkan realisasi investasi hingga Rp13.528 triliun selama 2025-2029 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Angka itu merupakan analisis Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
Menurutnya, ada tiga area yang dapat menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi tersebut. Yakni, dengan menggenjot hilirisasi, digitalisasi, dan green economy fund alias pendanaan ekonomi hijau.
"Tiga konsep ini menjadi titik acuan berbicara apabila kita mau menaikkan pertumbuhan ekonomi," ujarnya baru-baru ini.
Hilirisasi merupakan salah satu prioritas strategis untuk mendorong ekonomi berkelanjutan. Upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Selain itu, pengembangan industri kreatif, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta penguatan kewirausahaan menjadi bagian integral dari strategi ini.
Todotua juga menyebut pentingnya pembangunan sumber daya manusia yang unggul, termasuk di bidang sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, serta pemberdayaan perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Pihaknya juga akan mengembangkan 23 kawasan ekonomi khusus untuk mendukung realisasi investasi.
Sementara, ada 28 komoditas unggulan yang menjadi fokus hilirisasi. Puluhan komoditas tersebut terbagi dalam tiga klaster yaitu mineral; minyak dan gas bumi; serta perkebunan, kelautan, perikanan, serta kehutanan.
"Kementerian Investasi dan Hilirisasi benar-benar sadar dan paham betul persaingan ke depan adalah bagaimana kita bisa mendapatkan foreign direct investment (investasi asing langsung)," jelasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan ada sejumlah permasalahan yang perlu dibenahi agar investor asing tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Yakni, perizinan yang kerap menjadi problem utama dalam investasi.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan iming-iming subsidi pajak atau infrastruktur, misalnya green fiscal incentive. Langkah itu untuk mendorong energi baru terbarukan (EBT). Dia yakin, investor akan tertarik lantaran EBT memiliki pasar yang besar dan industri yang telah terbangun rapi di dalam negeri.
“Insentif bisa menjadi jaminan, sehingga investor melihat sudah mengarah ke EBT. Bukan lip service saja,” ujarnya.