Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) memiliki fungsi menciptakan kedaulatan, ketahanan, dan kemandirian pangan. Penetapan kebijakan hingga pengawasan pangan dari hulu hingga hilir dengan melibatkan banyak kementerian/lembaga (K/L) menjadi wewenangnya.
Fungsi tersebut terttuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Tujuannya, agar pemerintah dapat menjaga stok cadangan pangan untuk menstabilisasi dan mengintervensi pasar.
Direktur Ketersediaan Pangan, Badan Pangan Nasional/NFA, Budi Waryanto menguraikan, kebijakan pangan yang menjadi tanggung jawab NFA antara lain pengelolaan cadangan pangan pemerintah. Dengan demikian, ketahanan pangan tetap terjaga, pelaksanaan kegiatan stabilisasi pasokan dan harga, penguatan sistem logistik pangan, pengendalian dan pengentasan wilayah rentan rawan pagan dan gizi.
“Ada juga kebijakan pangan untuk pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan potensi pangan lokal, serta pengawasan dan penjaminan mutu dan keamanan pangan,” ujar Budi dalam pemaparannya di diskusi daring Alinea Forum Orkestrasi NFA dalam Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan di Masa Depan, Jumat (9/12).
Meski diakui Budi bahwa pihaknya baru mulai aktif bertugas di pertangahan 2022, namun ia mengklaim jika NFA terus berupaya menjaga inflasi hingga Desember 2022 sesuai target, yaitu di kisaran 5% (yoy). Dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat inflasi bulan November 2022 menurun 0,29% dibanding bulan sebelumnya menjadi 5,42%. Inflasi ini dipengaruhi dominan oleh inflasi sektor transportasi 15,45% dan inflasi pangan 5,87%.
“Kami berharap beberapa minggu ini bisa dilakukan kegiatan-kegiatan jangka pendek agar inflasi bisa terjaga. Sumbangan inflasi dari pangan cukup tinggi, walaupun masih ada transportasi yang lebih tinggi. Ini yang akan terus kita kendalikan,” tuturnya.
Kemudian Budi juga menyampaikan, dalam rangka mengendalikan inflasi pangan, maka NFA akan melakukan beberapa extra effort, antara lain penetapan perbedaan harga acuan pembelian (HAP), harga eceran tertinggi (HET), dan harga pokok penjualan (HPP).
“Sejauh ini yang sudah jadi dari NFA ini adalah HAP untuk jagung, telur, dan daging ayam. Ke depan akan segera kita tinjau HPP beras dan sebagainya,” katanya.
Berikutnya, NFA akan memonitoring ketersediaan pasokan dan harga pangan, memobilisasi daerah surplus ke daerah defisit, operasi pasar melibatkan stakeholder, penguatan infrastruktur untuk stabilisasi hulu sampai hilir, serta koordinasi dan fasilitasi untuk pengendalian inflasi daerah.
“Contoh HAP yang sudah kita buat yang sebelumnya di jagung pipil kering sekitar Rp3.150 dan ditetapkan terpisah dengan ayam ras. Tapi sekarang sudah dipersatukan sehingga dari hulu ke hilirnya sudah nyambung,” ucapnya.
Adapun harga yang ditetapkan NFA di peternak ayam baik petelur maupun pedaging, untuk jagung pipil kering Rp5.000 per kilogram (kg), telur ayam ras Rp22-24.000 per kg, ayam hidup Rp21-23.000 per kg. dengan demikian, harga telur ayam ras di masyarakat sebesar Rp27.000 per kg dan daging ayam ras senilai Rp36.750 per kg.