close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Strategi serapan domestik CPO Indonesia bikin sakit Uni Eropa
icon caption
Strategi serapan domestik CPO Indonesia bikin sakit Uni Eropa
Bisnis
Senin, 20 Maret 2023 09:06

Strategi serapan domestik CPO Indonesia bikin sakit Uni Eropa

Jika CPO Indonesia dilarang ke Eropa, Inflasi di negara mereka.
swipe

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung mengungkapkan, jika Uni Eropa (UE) menerapkan regulasi Deforestation Free Commodities (DR) dan mewajibkan setiap produk minyak sawit yang masuk pasar mereka harus bersertifikasi DR, maka selain berdampak pada petani sawit Indonesia, juga berdampak pada penduduk UE sendiri.

Dampak yang akan dirasakan penduduk UE menurut Gulat, akan mulai terasa pasca 2024, yaitu akan semakin mahalnya pangan berbahan baku minyak nabati sekaligus sulit memperoleh sumber energi dari minyak nabati. Dampak lainnya juga diperkirakan akan menyebabkan inflasi di negara-negara Eropa.

"Mereka akan terdampak juga dan akan menyebabkan inflasi di negara mereka. Mereka kan hidup 24 jam bersama minyak nabati, nah salah satunya adalah minyak nabati sawit. Jika sawit dipersulit, maka akan tergantung mereka dengan minyak nabati dari rapeseed, sun flower, kedelai, yang harganya lima kali lebih mahal dari minyak sawit," tutur Gulat saat dihubungi Alinea.id, Senin (20/3).

Gulat juga mengungkapkan, padahal pengimpor minyak sawit asal negara-negara UE khususnya, justru lebih suka membeli produk sawit yang tidak bersertifikasi karena harganya jauh lebih murah.

Di tengah ancaman UE menutup pasar impor mereka terhadap produk sawit dari Indonesia, pemerintah Indonesia telah melakukan strategi penyerapan domestik dengan B35.

"Untuk strategi serapan domestik, sudah dijalankan oleh pemerintah dengan B35. Dan ini sangat menyakitkan UE, karena kita berhasil dengan teknologi biodiesel. UE sangat membenci Crude Palm Oil (CPO) digunakan untuk sumber energi," ujarnya.

Seperti diketahui, UE telah mengeluarkan regulasi DR yang mulai berlaku sejak Desember 2020. Regulasi tersebut mewajibkan produsen, pengolah, dan penjual kelapa sawit tujuan ekspor Uni Eropa (UE) harus memiliki sertifikat DR, dengan maksud agar minyak sawit yang masuk pasar UE adalah hasil perkebunan yang menjaga keberlanjutan lingkungan, dengan tidak terlibat dalam aksi deforestasi cut off year 2020 ke atas.

Namun menurut Gulat, kebijakan DR sudah mengkhianati konsep keberlanjutan yang telah disepakati oleh seluruh negara penghasil sawit dan negara yang membutuhkan sawit. Tiga konsep keberlanjutan tersebut antara lain, dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari ketiganya, dia menjelaskan, tidak boleh satu dimensi menekan dimensi lainnya.

Tapi kata dia, dalam DR jelas dimensi lingkungan sudah mengabaikan peran dimensi ekonomi dan sosial. Karena, banyak petani sawit yang sangat bergantung kehidupan rumah tangganya dari sawit.

"Saya sangat yakin, bahwa kebijakan DR tersebut tidak dikehendaki oleh masyarakat UE. Jadi DR tersebut adalah keputusan politik yang menyandera lingkungan," kata Gulat.

Lebih lanjut, Gulat berpendapat, seharusnya jika UE teguh dengan regulasi DR yang beralasan antideforestasi, maka untuk bisa lolos pasar Eropa hanya memerlukan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan