Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, dalam waktu kurang dari satu dekade ini perubahan iklim atau climate change merupakan ancaman yang serupa dengan pandemi Covid-19.
Karena itu, setiap negara harus menyiapkan berbagai strategi dan berkontribusi dalam menghadapi masalah perubahan iklim ini, termasuk di sektor perumahan.
Dia bidang perumahan, antisipasi perubahan iklim tersebut coba ditindaklanjuti oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau PT SMF Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan, peningkatan risiko bencana alam yang mungkin terjadi karena perubahan ekstrem cuaca, adalah beberapa hal yang akan memberikan dampak di sektor perumahan.
"Bencana alam akan memberikan dampak signifikan baik secara sosial maupun ekonomi, khususnya pada lingkungan perumahan yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (14/6).
Terkait dengan dukungan terhadap perubahan iklim tersebut, SMF melakukan berbagai langkah strategis baik secara internal maupun eksternal. Dari sisi internal, SMF menginisiasi Program Greenship Associates di lingkungan perseroan untuk mendorong karyawan agar lebih sadar dan peduli terhadap lingkungan.
Program ini dijalankan melalui berbagai program seperti Program Rumah Hijau Karyawan, Program SMF Green Building, Program Bank Sampah SMF, Program Kampanye Sadar Lingkungan melalui berbagai kanal media SMF.
SMF juga tengah menyusun framework dalam rangka penerbitan green bonds, dengan menentukan kriteria green sesuai dengan Environmental Social Governance (ESG) yang bersinergi dengan lembaga-lembaga yang telah memiliki pengalaman dalam green housing.
Bahkan, saat ini negara-negara lain sudah bisa memetakan di mana daerah yang dapat terdampak bencana alam hingga 10 tahun ke depan.
Untuk melakukan penerbitan green/social bonds tersebut, perseroan berencana untuk menggandeng beberapa lembaga yang memiliki pengalaman dalam penerbitan green/social bond.
Selain itu, SMF juga siap mendukung program-program pemerintah dalam industri perumahan untuk dapat diarahkan kepada green housing, seperti Program KPR Subsidi atau FLPP.
Ananta optimis hal tersebut dapat direalisasikan dengan adanya dukungan dari para pemangku kepentingan serta kontribusi nyata dari masyarakat.
Selain itu ia juga mengimbau pentingnya awareness dari investor dalam negeri dalam melakukan investasi pada surat utang terkait perumahan maupun infrastruktur yang berwawasan lingkungan.
“Adanya regulasi terkait green bond, yaitu POJK Nomor 60 Tahun 2017 tentang Penerbitan Dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond), perlu ditindaklanjuti dengan penerbitan regulasi teknis dibawahnya yang mendorong penerbitannya seperti surat edaran, dan sebagainya,” ucap Ananta.
Ananta juga memandang perlunya regulasi yang mengatur mengenai bangunan rumah di lokasi yang rawan bencana seperti di bantaran sungai maupun lokasi lainnya sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah bangunan rumah yang rentan terhadap bencana.
Di samping itu untuk program pemerintah seperti FLPP, perlu regulasi yang mengatur pengembangan perumahan yang memiliki green certificate, agar jumlah perumahan bagi MBR yang berwawasan lingkungan dapat lebih ditingkatkan.