close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri) menyampaikan keterangan usai rapat koordinasi tentang kelapa sawit dan keanekaragaman hayati di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Senin (4/2)./Antara Foto
icon caption
Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kiri) menyampaikan keterangan usai rapat koordinasi tentang kelapa sawit dan keanekaragaman hayati di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Senin (4/2)./Antara Foto
Bisnis
Senin, 04 Februari 2019 15:20

Studi IUCN: Kelapa sawit produktif hasilkan minyak nabati

Kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang paling produktif menghasilkan minyak nabati. 
swipe

Studi yang dilakukan oleh Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN), menemukan, komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan dengan kelapa sawit. 

Lebih lanjut, hasil studi tersebut menemukan bahwa, kelapa sawit merupakan salah satu produk perkebunan yang paling produktif menghasilkan minyak nabati. 

Untuk memproduksi satu ton minyak nabati, kelapa sawit hanya memerlukan 0,26 hektar lahan. Sementara, untuk menghasilkan satu ton minyak nabati, dari bunga matahari, dibutuhkan 1,43 hektar lahan, dan dibutuhkan 2 hektar lahan untuk satu ton minyak nabati. 

"Memerlukan lahan delapan sampai dengan sembilan kali lipat lebih luas untuk tanaman lainnya menghasilkan satu ton minyak nabati, dibandingkan kelapa sawit," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, di kantornya, Senin (4/1). 

Kepala Satgas Kelapa Sawit ICUN Erik Meijaard mengatakan, kebutuhan kebutuhan minyak nabati dunia pada 2050, diperkirakan sebesar 310 juta ton. 

Saat ini, minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35% dari total kebutuhan minyak nabati dunia. Konsumsi terbesar di India, China dan Indonesia. Adapun proporsi penggunaannya adalah 75% untuk industri pangan dan 25% untuk industri kosmetik, produk pembersih, dan biofuel. 

"Poin utama dalam studi ini, palm oil lebih produktif untuk memenuhi total demand," kata Erik dalam kesempatan yang sama. 

Apabila kelapa sawit tidak dikembangkan dan menolak sawit, maka perlu banyak lahan di banyak negara untuk mengembangkan banyak sumber minyak nabati lainnya. 

"Ada banyak mispersepsi bahwa sawit punya efek tentang keanekaragaman hayati. Sebenarnya, hanya ada 1% deforestasi akibat palm oil. Tetapi banyak orang yang hanya menyalahkan palm oil," imbuhnya. 

Deklarasi RED II diyakini ada unsur politik

Uni Eropa (UE) berencana mendeklarasikan aturan teknis atau delegated act terkait Renewable Energy Directive (RED) II pada Februari 2019.

Deklarasai tersebut menunjukkan kesiapan UE mengimplementasikan RED II pada 2020 mendatang. Singkatnya, RED II merupakan kesepakatan mengenai penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (biofuel). 

Penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) yang dianggap sebagai tanaman berisiko akan dibatasi dan dihapuskan secara bertahap hingga 2030. 

Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Mahendra Siregar mengatakan, deklarasi tersebut semestinya terbit pada 1 Februari 2019, namun sepertinya  ditunda. 

"Alasan persis penundaannya kami tidak tahu. Tapi ada dugaan perkembangan terkait kelapa sawit, juga memberikan pertimbangan lain bagi Eropa untuk melihat lebih jauh kebijakan pelaksanaan tadi tidak kemudian bertentangan dengan peraturan WTO (World Trade Organization)," ungkapnya.

Pada saat kebijakan pelaksanaan RED II belum diterbitkan, kebijakan UE mendelegasikan minyak kedelai AS sebagai low risk, tidak sejalan dengan metodologi saintifik dan ada unsur politik. 

"Dugaan kami, ini masalah politik dan menghilangkan metodologi yang tidak diterima internasional, ada motif politiknya. Jadi catatan dan rujukan kalau delegated act diterbitkan, maka negara-negara produsen sawit mengangkatnya ke WTO," imbuhnya. 

Darmin: Studi ini permulaan untuk menjawab kampanye hitam di Eropa

Tentu saja studi ini suatu permulaan untuk melahirkan pemahaman lebih baik dari berbagai pihak. Apalagi dewasa ini telah melakukan kampanye-kampanye yang tidak benar atau seluruhnya tidak benar. 

"Itu berarti kita percaya, masih perlu studi lebih lanjut dari sini. Nanti lanjutannya, kita harapkan lebih seimbang. Itu sebabnya nanti kita lihat studi lebih lanjut nya seperti apa,"ujar Darmin. 

Temuan lain dalam studi antara lain menunjukkan, keanekaragaman hayati di hutan hujan tropis diisi sekitar 193 spesies yang langka, seperti orangutan, siamang, gajah serta harimau. 

Pemerintah Indonesia diklaim Darmin sudah mengalokasikan habitat bagi flora dan fauna tersebut. Jenis habitatnya berupa taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan kawasan lindung lainnya dengan luasan hutan konservasi sebesar 22,1 juta ha dan hutan lindung seluas 29,7 juta ha. 

Di Indonesia, alokasi pemanfaatan lahan untuk menunjang kehidupan seluas 33% (66 juta hektar) dari total luas daratan Indonesia. 

Dari luasan tersebut, perkebunan kelapa sawit menjadi yang terluas dengan pemanfaatan sebesar 14 juta hektar, diikuti sawah yang menempati 7,1 juta hektar lahan, dan selebihnya pemukiman dan fasilitas publik lainnya. 

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan