Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) menilai, subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran hanya retorika pemerintah. Alasannya, kenaikan harga Pertalite, solar, dan Pertamax akan semakin menyusahkan rakyat.
"Argumentasi terkait subsidi sebagai beban ekonomi yang salah sasaran itu hanya retorika belaka pemerintah saja. Kenaikan harga BBM justru akan semakin menyusahkan masyarakat," ucap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah, dalam keterangannya.
Pemerintah telah resmi menaikkan harga BBM jenis Pertalite, solar, dan Pertamax per Sabtu (3/9), pukul 14.30 WIB. Salah satu alasannya, nilai subsidi dan kompensasi sektor energi yang dikucurkan membengkak dan distribusinya salah sasaran.
Harga Pertalite kini menjadi Rp10.000/liter dari sebelumnya Rp7.650/liter, sedangkan solar dari Rp5.150/liter menjadi Rp6.800/liter. Kemudian, Pertamax naik Rp2.000/liter dari Rp12.500/liter.
Fahri berpendapat, pengurangan subsidi takkan pernah diterima publik. "Rakyat menganggap, pencabutan subsidi akan menambah kesulitan hidup mereka.
Mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan, pemerintah ditugaskan membantu dan membela rakyat di dalam kesulitan. Ini sesuai mandat konstitusi.
Karenanya, Fahri meminta pemerintah tak mengikuti kebijakan kapitalis yang enggan pemberian subsidi. "Mereka ingin ... semua harus diserahkan ke mekanisme pasar."
Di sisi lain, pemerintah menyiapkan anggaran Rp24,17 triliun sebagai bantuan sosial (bansos) tambahan imbas rencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Bantuan diberikan dalam 3 skema.
Pertama, BLT senilai Rp12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Dengan demikian, setiap sasaran bakal menerima Rp600.000 dan penyalurannya dilakukan dua kali.
Kemudian, bantuan subsidi upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp9,6 triliun. Bansos ini bakal disalurkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kepada 16 juta pekerja, yang masing-masing menerima sebesar Rp600.000.
Terakhir, pemerintah daerah (pemda) diminta menyiapkan 2% dari dana transfer umum (DTU) sebesar Rp2,17 triliun, yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH), untuk menyubsidi sektor transportasi. Subsidi akan diarahkan untuk angkutan umum, nelayan, ojek online (ojol), serta perlindungan sosial tambahan.