Pemerintah mengalokasikan tambahan subsidi untuk solar, listrik, dan batubara. Penambahan subsidi tersebut, menyikapi perubahan harga minyak mentah Indonesia/Indonesia Crude Price (ICP), pergerakan nilai tukar rupiah, serta acuan Domestic Market Obligation (DMO) batubara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pengalokasian subsidi untuk solar bertujuan agar Pertamina tidak mengalami beban secara perusahaan. Pemerintah akan memberikan tambahan subsidi solar sebesar Rp 500 per liter dengan volume 16.320 ribu kiloliter.
Anggaran yang dikeluarkan untuk menambah biaya subsidi solar sekitar Rp 4,1 triliun. "Jadi, subsidi untuk minyak solar menjadi Rp 1.000 per liter," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (12/3).
Subsidi listrik juga akan menyesuaikan seiring dengan tambahan 1 juta pelanggan baru, untuk rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA). Alokasi subsidi sebelumnya berada pada 23,1 juta pelanggan, menjadi 24,1 juta pelanggan.
Sementara batasan harga DMO batubara ditetapkan sebesar US$ 70 per ton, dari harga yang berlaku sebesar US$ 100,69 per ton.
Sedangkan subsidi LPG 3 kilogram tetap berada pada harga Rp 7.008 per kilogram dengan volume 6.450 juta kilogram. Begitu juga subsidi Premium tidak mengalami perubahan kebijakan atau tetap.
Langkah itu perlu ditempuh karena pemerintah ingin menjaga daya beli masyarakat dan mempertahankan momentum kenaikan konsumsi masyarakat. Jika konsumsi terjaga, maka pertumbuhan ekonomi di tahun ini diharapkan bisa mencapai target yakni 5,4%.
"Pemerintah akan terus berupaya untuk menstabilisasikan harga dan mejaga daya beli masyarakat, sehingga dapat menjadi penggerak dari ekonomi untuk mengakselerasikan investasi dan ekspor," tukas Sri Mulyani.
Sementara, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani memastikan, perubahan pagu subsidi yang terjadi akibat fluktuasi harga minyak mentah tidak menggunakan pengajuan APBN-Perubahan.
Fokus pemerintah adalah terus melakukan pemantauan dari asumsi makro dalam APBN, besaran pendapatan maupun belanja yang sudah ditetapkan. Untuk itu, pemerintah belum memiliki rencana mengajukan pembahasan APBN-Perubahan dengan parlemen. "Subsidi itu basisnya realisasi, jadi tetap kita kendalikan, dan sesuai dengan ketepatan sasaran nanti," katanya seperti dilansir Antara.
Pemerintah memastikan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan harga minyak mentah Indonesia pada awal tahun meningkatkan alokasi belanja subsidi energi.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang diproyeksikan sebesar Rp13.400 per dolar AS, diperkirakan realiasinya sedikit melemah dari asumsi tersebut yaitu Rp13.500 per dolar AS untuk keseluruhan tahun.
Sedangkan, harga minyak mentah Indonesia yang diasumsikan 48 dollar AS per barel, diproyeksikan meningkat pada kisaran 55-60 dollar AS per barel seiring dengan membaiknya harga komoditas di pasar internasional.
Pergerakan kurs rupiah dan harga ICP minyak ini juga diperkirakan menambah beban subsidi energi untuk BBM yaitu hingga mencapai kurang lebih Rp4,1 triliun.
Kenaikan subsidi ini dibutuhkan untuk penyesuaian subsidi untuk solar, dari sebelumnya sebesar Rp500 per liter menjadi Rp1.000 per liter, guna mengurangi beban neraca keuangan PT Pertamina.
Selain itu, subsidi listrik juga meningkat karena adanya tambahan satu juta pelanggan untuk rumah tangga 450 VA dari yang tercatat dalam APBN sebesar 23,1 juta, menjadi 24,1 juta.
"Untuk tambahan subsidi listrik, nilainya tidak jauh dari tambahan subsidi untuk solar, yaitu Rp4 triliun. Ini untuk tambahan satu juta pelanggan 450 VA," ujar Askolani.
Pemerintah juga diperkirakan melakukan capping harga jual DMO batubara kepada PT PLN sebesar 70 dollar AS per ton dari harga pasaran saat ini sebesar 100,69 dollar AS per ton.
Keseluruhan angka penyesuaian subsidi energi terbaru ini masih menunggu hasil pembahasan antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI.
Sementara itu, subsidi energi dalam APBN 2018 ditetapkan sebesar Rp94,53 triliun yang terdiri dari subsidi BBM sebesar Rp46,9 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp47,7 triliun.