Pengawas Keselamatan Pelayaran Ditjen Hubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rudy Sugiharto menyampaikan, pihaknya turut andil melalui distribusi pangan dari daerah surplus bahan pangan ke daerah defisit bahan pangan. Hal itu dalam rangka mendukung pengendalian inflasi pangan.
Keterlibatan Ditjen Hubungan Laut ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Pada praktiknya, distribusi dilakukan menggunakan tol laut.
Terkait jenis barang apa saja yang didistribusikan, juga diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut dalam program Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah 3TP.
“Jadi tidak semua jenis barang diizinkan diangkut menggunakan tol laut, karena tol laut adalah pelaksanaan penyelenggaraan bersubsidi menggunakan anggaran pemerintah. Jadi kalau barang-barang yang tidak termasuk dalam Perpres 59/2020 dan Permendag 53/2020, tidak diizinkan,” ujar Rudy dalam pemaparannya di diskusi daring Alinea Forum Orkestrasi NFA dalam Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan di Masa Depan, Jumat (9/12).
Rudy menyampaikan, jika memang diperlukan pengangkutan barang diluar peraturan tersebut, maka akan ditetapkan tarif komersil senilai 200% dari tarif tol laut. Sedangkan, penyelenggaraan subsidi angkutan tol laut, kata Rudy, sudah dilakukan sejak 2015.
Sejak 2 Desember 2022, tol laut mengalami perkembangan yang signifikan, yaitu jumlah pelabuhan singgah, jumlah kapal, jumlah muatan, dan trayek tol laut pada 2015 masing-masing 13 buah, 3 kapal, 8.800 ton, dan 3 trayek tol. Seluruhnya meningkat drastis pada 2022 menjadi 130 pelabuhan, 32 kapal, 518.440 ton, dan 33 trayek tol laut.
Lebih lanjut, Rudy mengatakan, pihaknya akan melakukan perbaikan pada 2023, seperti inovasi pola konektivitas dengan hub and spoke atau pengangkutan barang menggunakan kapal dengan kerja sama perusahaan pelayaran komersil. Selain itu, dengan konektivitas multimoda ke wilayah hinterland.
“Selanjutnya optimalisasi menggunakan aplikasi, yatu kita sudah bekerja sama dengan BRI. BRI punya BRISTORE dimana disitu banyak UMKM yang sudah bergabung dengan BRI. Nah itu yang akan kami sinkronkan dengan aplikasi SI TOL LAUT, sehingga nanti para pelaku usaha yang sudah ada di BRISTORE bisa melakukan pengiriman barang menggunakan kapal-kapal tol laut. Ini agar para pelaku UMKM bisa mendapatkan subsidi tol lautnya,” tutur Rudy.
Selanjutnya, perbaikan dengan optimalisasi kinerja kapal tol laut di pelabuhan muat dengan sistem window kapal, yaitu jadwal-jadwal kapal bisa ditetapkan dengan harapan para pelaku usaha bisa memperoleh kepastian terkait jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal.
“Meski demikian, kami juga masih menghadapi banyak kendala terutama di kawasan 3TP yang mana sarana prasarana di sana masih sangat minim. Sehingga jadwal kapal-kapal kami ini sangat terganggu karena kurangnya fasilitas-fasilitas di 3TP seperti tidak adanya lampu penerangan di pelabuhan. Jadi kalau malam tidak ada yang mau kerja, dan bongkar muat jadi terhambat,” tuturnya.