Lapangan Duri di Riau yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mampu bertahan sebagai salah satu penopang produksi minyak nasional hingga sekarang menginjak usia ke-77 tahun.
Keberhasilan tersebut berkat penerapan teknologi injeksi uap (steam flood) yang membuat produksi Lapangan Duri, lima kali lebih banyak dibandingkan teknologi konvensional.
"Teknologi injeksi uap di lapangan tersebut merupakan yang pertama di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia," ujar Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron, Yanto Sianipar seperti dilansir Antara, Senin (30/4).
Keberhasilan pengelolaan dan penambahan usia lapangan migas juga ditentukan oleh teknologi yang digunakan. Chevron terus berinvestasi dalam pengembangan teknologi pencarian minyak maupun enhanced oil recovery (EOR) guna mengoptimalkan tingkat perolehan minyak.
Lapangan Duri termasuk wilayah kerja Blok Rokan, di Riau yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Lapangan tersebut ditemukan pada 1941 dan baru berproduksi pada 17 tahun berselang, yakni pada 1958.
"Setelah melewati titik puncak produksi dari fase primer sebanyak 65 ribu barel per hari pada 1965, produksi Lapangan Duri menurun secara alamiah seiring penurunan tekanan di dalam reservoar," katanya.
CPI memulai proyek percontohan injeksi uap di Lapangan Duri pada 1975. Sepuluh tahun kemudian, teknologi ini diterapkan dalam skala besar dan mampu kembali menaikkan produksi hingga mencapai 300 ribu barel per hari pada 1993.
Semua itu dicapai berkat penerapan teknologi. Hingga saat ini, Lapangan Duri telah menghasilkan lebih dari 2,6 miliar barel.
CPI terus mengembangkan lapangan ini untuk menjaga kontribusi Lapangan Duri terhadap produksi nasional. Dua pengembangan terakhir adalah North Duri Area 12 dan 13 yang masing-masing menghasilkan produksi perdana pada 2008 dan 2013.
Selain Duri, Chevron juga mengembangkan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD). Pengembangan Lapangan Bangka, tahap I proyek IDD, telah berproduksi sejak Agustus 2016 dan menghasilkan delapan kargo gas alam cair (LNG) yang dikapalkan dari Terminal LNG Bontang, Kalimantan Timur.
"Tahap kedua Proyek IDD, pengembangan Gendalo-Gehem, diharapkan mampu memberikan peluang untuk memaksimalkan nilai dari aset-aset gas laut dalam ini bagi seluruh pemangku kepentingan," katanya.