Bank Indonesia diprediksi masih betah mempertahankan suku bunga acuannya di tengah pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Alasannya, cadangan devisa yang dimiliki BI sebesar US$ 126 miliar masih aman.
Posisi cadangan devisa itu masih mampu membayar 7,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Berdasarkan standar internasional, cadangan devisa bisa dibilang aman ketika jumlahnya mampu membayar tiga bulan impor dan bunga utang pemerintah setempat.
Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memperkirakan rupiah masih akan terus melemah menjelang rapat bank sentral AS, the Fed dalam Federal Open Market Committee (FOMC) meeting di Amerika Serikat, Mei ini. Banyak pihak menyebut the Fed masih akan mengerek suku bunga acuannya. Akibatnya, dollar AS akan kembali ke kampung halamannya dan menguat.
Pelemahan rupiah itu akan menyedot cadangan devisa, namun diyakini tak terlalu besar. "Sebab di saat yang sama pemerintah melakukan penerbitan global bond sehingga cadangan devisa tak turun banyak," terang Lana kepada Alinea.id.
Tahun ini, pemerintah menerbitkan sejumlah obligasi dalam denominasi valuta asing (valas). Seperti, Samurai Bond yang diterbitkan dalam mata uang yen. Juga, Euro Bond yang diterbitkan dalam mata uang Euro.
BI juga mengamandemen kembali kerjasama dengan Menteri Keuangan Jepang guna melakukan Bilateral Swap Arrangement (BSA). Dengan kerjasama itu, Indonesia bisa meminjam dengan Jepang, bukan hanya mata uang dollar AS, tapi juga yen.
Biasanya, BI menggunakan fasilitas ini ketika memiliki cadangan devisa di bawah US$ 100 miliar.
"Kerjasama itu akan membangun confidence karena ada alternatif. Kalau cadangan devisa ada apa-apa, kita masih punya cadangan," jelas Lana.