Bank milik daerah sulit masuk ke lantai bursa lantaran begitu banyaknya perizinan yang harus dilewati.
Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) menyebutkan rencana bank pembangunan daerah (BPD) untuk melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) sering terkendala dengan pengurusan perijinan yang panjang.
Ketua Asbanda Kresno Sediarsi mengatakan, jumlah pemegang saham dari bank daerah ini jumlah bervariasi, mulai dari 20-33 shareholders mulai dari eksekutif dan legislatif sehingga prosesnya sangat panjang.
"Pemegang sahamnya ini sangat banyak ada yang 33, ada yang 20 jadi persiapannya juga harus komprehesif jadi komunikasinya jadi sangat penting," kata Kresno di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (26/10).
Dengan demikian, lanjutnya, kerja sama dengan otoritas keuangan yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan IPO tersebut sangat penting untuk memperlancar aksi korporasi tersebut.
"Proses go public BJB saja itu prosesnya sampai tiga tahun, itu kan lama sekali," lanjut Kresno.
Dia menilai, go public yang dilakukan oleh bank daerah itu bisa menjadi indikator bahwa sistem keuangan di Indonesia sudah dipahami oleh masyarakat secara luas lantaran saham dari perusahaan daerah turut dimiliki oleh publik.
Saat ini dari 27 anggota Asbanda, baru tiga anggotanya yang menjadi perusahaan terbuka yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM).
Sementara satu lainnya adalah PT BPD Banten Tbk. (BEKS) yang sudah menjadi perusahaan publik sebelum pemerintah daerah Banten membeli kepemilikan di bank tersebut. Sebelumnya bank ini bernama PT Bank Eksekutif Nasional yang kemudian dimiliki oleh Sandiaga Uno dengan nama PT Bank Pundi Indonesia Tbk.