Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia (BI) menunjukkan harga hunian di pasar primer mengalami kenaikan sepanjang kuartal I-2019. Hal ini terlihat dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I-2019 sebesar 0,49% dibanding triwulan IV-2018 (quartal to quartal/qtq) sebesar 0,35% (qtq).
Kenaikan harga terjadi pada tipe rumah kecil dan menengah. Pada triwulan I-2019, harga rumah tipe kecil mengalami peningkatan dari 0,39% menjadi 0,72%. Demikian pula rumah tingkat menengah mengalami peningkatan 0,28% menjadi 0,60%.
Berbeda dengan tipe rumah kecil dan menengah. Rumah tipe besar justru mengalami penurunan harga dari 0,39% menjadi hanya 0,20%. Berdasarkan wilayahnya, kenaikan harga properti tertinggi terjadi di Batam.
Sementara itu, secara tahunan (year on year/yoy) kenaikan harga hunian melambat, dari 2,98% pada tahun sebelumnya, menjadi hanya sebesar 2,04%.
Perlambatan harga hunian ini terjadi pada setiap tipe rumah. Rumah tipe kecil melambat dari 4,80% menjadi 3,18%, rumah menengah melambat dari 2,54% menjadi 1,82%, dan rumah tipe besar juga melambat 1,60% menjadi hanya 1,16%. Secara wilayah, kenaikan harga properti tertinggi secara tahunan masih terjadi di Batam.
Meski secara triwulanan Indeks Harga Properti Residensial meningkat, namun biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk tempat tinggal menurun. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sub kelompok biaya tempat tinggal yang turun sebesar 1,13% lebih rendah dari 1,35% pada triwulan sebelumnya.
Penjualan hunian triwulan I-2019 melejit
Dari segi penjualan, pada triwulan I-2019 properti residensial juga menunjukkan peningkatan sebesar 23,77% (qtq), lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan pada triwulan sebelumnya yang menurun 5,78% (qtq), dan lebih tinggi 10,55% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I-2018).
Membaiknya penjualan pada triwulan I-2019 disebabkan oleh peningkatan penjualan pada rumah tipe kecil dan besar, dan stabilnya penjualan rumah tipe menengah.
Penjualan rumah tipe kecil naik dari -12,28% menjadi 30,13%, kemudian rumah tipe besar naik dari -24,16% menjadi 24,56%, sementara penjualan rumah tipe menengah stabil pada level 13%.
Sejalan dengan itu, penjualan secara tahunan (yoy) juga mengindikasikan kenaikan, dari -10,64% menjadi 0,05%. Peningkatan ini didorong oleh penjualan rumah tipe kecil yang meningkat dari -19,74% menjadi 6,54%.
Berdasarkan lokasi proyek, suku bunga Kredit Pemilikan Rakyat (KPR) tertinggi terjadi di Bengkulu, yakni sebesar 14,91%, dan terendah di Yogyakarta sebesar 8,70%.
Sementara berdasarkan kelompok bank, suku bunga KPR tertinggi diberikan oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar 11,45% dan terendah di Bank Asing dan Campuran sebesar 7,04%.
Sumber pendanaan
Hasil survei juga mengindikasikan bahwa mayoritas konsumen masih mengandalkan pembiayaan perbankan dalam membeli properti residensial.
Persentase jumlah konsumen yang menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dalam pembelian properti residensial sebesar 74,16%. Kemudian disusul oleh pembiayaan individu tunai bertahap sebesar 17,33% konsumen dan tunai langsung lunas sebanyak 8,51%.
Sejalan dengan kenaikan penjualan properti residensial, penyaluran KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) pada triwulan I-2019 juga meningkat menjadi 4,02% (qtq) dari 1,14% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Proyeksi harga hunian triwulan II-2019
Untuk triwulan II-2019, BI memproyeksi Indeks Harga Properti Residensial dapat meningkat sebesar 0,52% (qtq), terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja.
Kenaikan harga tertinggi bakal terjadi pada penjualan rumah tipe besar yang diperkirakan bakal naik dari 0,20% menjadi 0,35%. Sedangkan untuk tipe rumah kecil dan menengah justru bakal mengalami penurunan harga masing-masing menjadi 0,70% dan 0,51%.
Sementara secara tahunan, justru diproyeksi bakal mengalami perlambatan menjadi 1,08%. Sedangkan, berdasarkan wilayahnya, kenikan harga rumah tertinggi diperkirakan terjadi di kota Bandar Lampung sebesar 3,98% (yoy).
Sebanyak 18,84% responden menyatakan bahwa suku bunga KPR menjadi penghambat utama pertumbuhan bisnis properti. Selain itu, faktor lainnya yang menjadi penghambat bisnis properti antara lain karena harga bangunan, uang muka rumah, pajak, dan perijinan/birokrasi.