Pasar modal Indonesia sempat dihebohkan oleh pembekuan produk reksa dana milik perusahaan manajer investasi (MI) PT Sinarmas Asset Management (AM), akhir Mei lalu.
Anak perusahaan PT Sinarmas Sekuritas itu dalam keterangan resminya mengakui dua produk reksa dana pendapatan tetapnya, yaitu Danamas Mantap Plus dan Simas Syariah Pendapatan Tetap dihentikan sementara atau suspensi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyebabnya, penghitungan nilai pasar wajar tidak mengacu pada rentang harga yang ditetapkan oleh Lembaga Penilaian Harga Efek (LPHE).
Lalu, masih amankah memarkir uang di reksa dana pendapatan tetap?
Perencana keuangan Eko Endarto mengatakan reksa dana pendapatan tetap menjadi salah satu instrumen dengan risiko rendah. Produk ini memiliki aset dasar obligasi sehingga volatilitas harga lebih terjaga ketimbang instrumen berbasis saham.
"Sepanjang reksa dana yang dijual benar dan jujur sesuai ketentuan reksa dana pendapatan tetap, maka enggak ada masalah," ujar Eko kepada Alinea.id, belum lama ini.
Nah, apabila terlanjur terjebak dalam produk reksa dana yang terkena suspensi, menurut Eko, investor tak perlu khawatir. Dana investasi investor tetap aman karena disimpan di bank kustodian.
Investor juga tidak perlu buru-buru menarik dananya. Apabila ditarik sekarang, potensi return justru bisa lebih rendah.
"Kalau enggak butuh dananya, biarkan saja karena dananya dipegang di bank kustodian bukan di MI," kata dia.
Potensi cuan tinggi
Eko mengatakan prospek reksa dana tahun ini tidak akan sebagus tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19. Virus yang masuk ke Tanah Air sejak awal Maret ini menyengat pasar modal.
Pasar obligasi mengalami fluktuasi. Pada pekan kedua Maret, sepekan setelah Presiden Joko Widodo mengonfirmasi kasus pertama positif Covid-19 di Indonesia, indeks return pasar obligasi yang ditunjukkan oleh Indonesia Composite Bond Index (ICBI) melemah sebesar minus 2,99% dibandingkan pekan sebelumnya ke level 276.6309. Penurunan itu didorong oleh indeks return obligasi pemerintah dan korporasi yang tertekan masing-masing sebesar minus 3,20% dan 1,24% dalam periode yang sama.
Fluktuasi pasar obligasi juga menjadi penyebab awal suspensi reksa dana Sinarmas AM. Sinarmas berdalih volatilitas harga obligasi dan ketatnya likuiditas di pasar akibat pandemi Covid-19, menyebabkan sulit mencapai harga jual yang wajar. Akibatnya, perusahaan menetapkan harga aset di bawah harga pasar wajar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) atau PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Wahyu Trenggono mengatakan seharusnya tidak ada kesulitan bagi Sinarmas untuk menetapkan harga obligasi sesuai harga pasar wajar.
"Seharusnya tidak ada kesulitan karena PHEI memiliki sistem yang terhubung langsung dengan manajer investasi, bahkan OJK," katanya kepada Alinea.id, saat dihubungi Jumat (29/5).
Menurut Wahyu, dengan sistem PHEI yang terhubung dengan manajer investasi dan OJK, proses penghitungan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana dibuat agar penyelenggara dapat menyesuaikan harga pasar wajar yang telah dibuat.
"Sistem yang terhubung tersebut agar proses penghitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana dapat menggunakan harga pasar wajar (HPW) setiap harinya," ujar Wahyu.
Kendati pasar obligasi mengalami kontraksi, namun data Infovesta Utama menunjukkan, rata-rata return reksa dana pendapatan tetap masih moncer dan membagikan return 7,17% dalam satu tahun terakhir per Rabu (2/6). Kinerja positif juga dibukukan oleh reksa dana pasar uang yang mencatat rata-rata return 5,11%.
Sementara rata-rata return reksa dana saham dan campuran tercatat merah, masing-masing minus 34,11% dan minus 14,13% pada periode yang sama.
Menurut Eko, reksa dana berpotensi membagikan return tinggi setelah pandemi usai. "Secara historis ketika krisis selesai, return reksa dana bagus," tutur dia.