close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kondisi likuiditas masih menjadi tantangan yang dihadapi perbankan Indonesia. / Antara Foto
icon caption
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kondisi likuiditas masih menjadi tantangan yang dihadapi perbankan Indonesia. / Antara Foto
Bisnis
Senin, 07 Januari 2019 20:43

Susul BRI, Bank Mandiri juga incar utang Rp40 triliun

Setelah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), kini PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga mengincar utang Rp40 triliun.
swipe

Setelah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), kini PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga mengincar utang Rp40 triliun.

Manajemen Badan usaha milik negara (BUMN) itu berencana mencari utang non konvensional senilai Rp40 triliun pada 2019 dengan menerbitkan instrumen utang berdenominasi dollar Amerika Serikat senilai US$2 miliar.

Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan, utang tersebut bisa di dapat melalui penerbitan obligasi, sertifikat deposito (Negoitable Certificate Deposit/NCD), Surat Utang Jangka Menengah (Medium Term Notes/MTN) maupun pinjaman bilateral. 

Panji menambahkan, untuk pendanaan berdenominasi rupiah, perseroan akan menerbitkan surat utang jangka menengah atau pinjaman bilateral dengan nilai Rp10 triliun.

"Jadi, kombinasi dari dua yang tadi Rp10 triliun dan US$2 miliar maksimum. (Total) kurang lebih hampir sekitar Rp40 triliun," ujar Panji, Senin (7/1).

Di luar pendanaan non-konvensional itu, Bank Mandiri juga menargetkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada 2019 dapat mencapai 10%.

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kondisi likuiditas masih menjadi tantangan yang dihadapi perbankan Indonesia. Likuiditas pada 2018 cukup menantang karena DPK tumbuh hanya 8% (year-on-year/yoy).

Emiten bersandi saham BMRI itu juga ingin menggenjot kredit valas pada tahun ini. Sehingga, penerbitan surat utang berdenominasi valas dirasa perlu untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kredit valas.

"Memang pendanaan dalam negeri itu tidak stabil. Kalau andalkan kepada giro valas dalam negeri memang murah, tapi sangat fluktuatif, jadi kadang naik kadang turun. Oleh karena itu kita akan lakukan lebih banyak pendanaan jangka panjang," kata Tiko sapaan akrabnya.

Perseroan juga membidik pertumbuhan kredit di 12%-13% (yoy) pada 2019 ini.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan