close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Emiten tambang PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) siap divestasi saham menyusul PT Freeport Indonesia (PTFI) sesuai dengan perjanjian. / Vale Indonesia
icon caption
Emiten tambang PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) siap divestasi saham menyusul PT Freeport Indonesia (PTFI) sesuai dengan perjanjian. / Vale Indonesia
Bisnis
Rabu, 09 Januari 2019 18:23

Susul Freeport, Vale Indonesia siap divestasi saham

Emiten tambang PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) siap divestasi saham menyusul PT Freeport Indonesia sesuai dengan perjanjian.
swipe

Emiten tambang PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) siap divestasi saham menyusul PT Freeport Indonesia (PTFI) sesuai dengan perjanjian.

Senior Manager Communication Vale Indonesia Suparman Bayu Aji mengatakan, perseroan siap menawarkan divestasi saham kepada pemerintah sesuai dengan perjanjian amandemen kontrak karya dan peraturan perundangan yang berlaku.

"Pada intinya kami siap, namun semua itu memang ada tahapan yang harus dilalui," ujarnya di Surabaya pekan lalu.

Saat ini, pemegang saham emiten tambang nikel tersebut terdiri dari Vale Canada Limited (58,73%), publik (20,49%), Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (20,09%), Vale Japan Limited (0,55%), dan Sumitomo Corporation (0,14%).

Perkembangan saat ini terkait divestasi, manajemen Vale telah menyampaikan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sehubungan dengan proses pelaksanaan divestasi.

PT Vale Indonesia, menurut Bayu, tinggal menunggu arahan tahapan yang diberlakukan oleh Kementerian ESDM untuk memenuhi divestasi sesuai aturan amandemen kontrak karya.

Anggota Komisi VII DPR RI, Ahmad M Ali, menyoroti tentang adanya renegosiasi kembali saham PT Vale Indonesia untuk ditawarkan kepada pemerintah.

Ahmad Ali menyebutkan amandemen kontrak karya juga menyebutkan berkaca dari proses divestasi saham PT Freeport Indonesia, sudah waktunya tambang nikel PT Vale dikuasai mayoritas oleh Indonesia.

Ia menjelaskan kondisi saat ini bahwa pembayaran royalti dinaikkan dari 0,9% menjadi 2%, dan menjadi 3% jika harga nikel menyentuh US$21.000 per ton.

Klausul ini dinilainya kurang tepat, karena menurutnya pada saat booming komoditas dengan harga komoditas mineral mencapai titik tertingginya pada 2011, harga nikel dunia tak menyentuh level US$21.000 per ton.

Angka tersebut dinilainya terlalu tinggi dan tak mengacu pada konteks faktual harga komoditas nikel sepanjang sepuluh tahun terakhir, yang ditandai oleh berakhirnya era booming komoditas.

Selain itu, kata dia, hingga saat ini Vale tak kunjung menawarkan saham 20% kepada pihak Indonesia. Realisasi pembangunan smelter di Bahodopi dan Pomalaa juga tersendat.

Hingga kuartal III-2018, Vale mengantongi laba senilai US$55,21 juta. Capaian itu berbanding terbalik dengan perolehan rugi yang didierita perseroan pada September 2017 senilai US$19,62 juta.

Pendapatan INCO mencapai US$579,59 juta per akhir September 2018, naik 29,17% dari tahun sebelumnya US$448,7 juta. 

CEO dan Presiden Direktur INCO Niko Kanter mengatakan, perseroan berhasil mencatat produksi nikel dalam matte sebesar 18.193 mt dan penjualan sebesar US$205 juta pada kuartal ketiga 2018. 

“Saya senang mengumumkan kuartal ketiga tahun 2018 yang menguntungkan dikarenakan harga penjualan yang lebih tinggi,” katanya dalam keterangan resmi.

Sepanjang tahun 2018, INCO merevisi target produksi menjadi 75.000 metrik ton dari rencana awal 77.000 metrik ton. 

Rencana divestasi INCO membuat harga saham perseroan melonjak dalam sepekan terakhir. Saham INCO meningkat 5,86% dari Rp3.070 pada Kamis (3/1) ke level Rp3.260 pada Rabu (9/1).

Di Bloomberg, saham INCO pada hari ini ditutup menguat 0,62% sebesar 20 poin ke level Rp3.270 per lembar. Kapitalisasi pasar saham INCO mencapai Rp32,49 triliun. (Ant).

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan