Di tengah fluktuatif nilai tukar rupiah dan ketidakpastian gejolak eksternal, cadangan devisa Indonesia sejak Januari hingga April 2018 susut US$ 7,09 milliar. Di sisi lain, cadangan devisa juga terlihat tidak bertambah.
Lantas, apakah cadangan devisa yang tersisa saat ini masih mampu untuk menopang perekonomian Indonesia?
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira mengatakan tak hanya secara nominal, namun cadev Indonesia juga kecil terhadap produk domestik bruto (PDB). Artinya, kemampuan Indonesia untuk menghadapi tantangan eksternal juga sangat terbatas.
Bhima menyebut, cadev terhadap PDB Indonesia merupakan salah satu yang paling rendah dibandingkan dengan negara lain. Sebut saja, Thailand yang mencatat cadev 58% terhadap PDB, dan Filipina 28% terhadap PDB. Sedangkan Indonesia baru sekitar 12%-13% terhadap PDB.
"Jadi Indonesia sangat rendah sekali, " jelas Bhima kepada Alinea.
Plus, cadev Indonesia juga tak kian bertambah. Penjualan Surat Berhara Negara (SBN) yang beberapa kali tak laku, disebut menjadi salah satu alasan stagnannya angka cadev. Ditambah lagi, jebloknya angka ekspor Indonesia mengakibatkan neraca perdagangan selalu defisit setiap bulannya.
"Kalau mau mengambil cadev dari sektor pariwisata juga agak berat, karena kemarin ada kasus teror bom. Wisatawan juga tidak terlalu banyak yang bisa diharapkan tahun ini," jelas Bhima.
Karena itu, Bhima menyebut BI tak bisa hanya mengandalkan cadev untuk menghadapi gejolak eksternal. Bank sentral perlu menerapkan sejumlah kebijakan untuk menghadapi ketidakpastian global.
Salah satunya, perlu fokus untuk memperkuat nilai tukar rupiah dengan menerapkan kebijakan yang memungkinkan pengekspor menempatkan dana hasil ekspor di bank dalam negeri, minimum enam bulan.
"Jadi, kalau perlu dibentuk semacam Perppu. Nah, itu yang selama ini tidak dilakukan," ujar Bhima.
Kemudian, kata dia, apabila kondisi mendesak, cadev bisa meminjam dari negara lain. Misalnya, dengan Bilateral Swap Arrangement (BSA)sebagai second line defense.
Lalu, menjaga suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate. Sebab, kenaikan suku bunga acuan yang terlalu tinggi akan diikuti oleh naiknya bunga deposito dan kredit perbankan.
Masih wajar
Direktur Riset CORE Indonesia Pieter Abdullah meyakini penambahan cadev dilakukan saat periode nilai tukar sedang stabil. Cadev Indonesia pernah mencapai hampir US$132 milliar saat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS stabil di level Rp 13.200 - Rp 13.500 per dollar AS.
"Tapi kalau periodenya sedang gonjang-ganjing seperti ini, dana ini digunakan untuk stabilisasi. Nanti, kalau sudah stabil lagi, BI akan membukukan cadev lagi dan akan bertambah lagi. Itu hal lazim yang dilakukan oleh Bank Central," ujar Pieter.
Untuk diketahui, penurunan cadangan devisa terjadi sejak Januari 2018. Saat itu, cadangan devisa tercatat US$ 131,98 miliar cukup untuk membiayai 8,5 bulan impor dan 8,2 bulan impor sekaligus pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah.
Memasuki Februari, cadangan devisa tercatat US$ 128,06 miliar atau tergerus sekitar US$ 3,92 miliar. BI menyebut masih cukup untuk membiayai 8,1 bulan impor dan 7,9 bulan impor serta pembayaran ULN pemerintah.
Pada Maret 2018, cadev tercatat US$ 126 miliar berkurang lagi sebesar US$ 2,06 miliar. Jumlah ini mampu untuk membiayai 7,9 bulan impor dan 7,7 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.
Terakhir pada periode April 2018 cadagan devisa RI tercatat US$ 124,9 miliar setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.