Sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Peraturan OJK (POJK) yang salah satu poinnya memberikan keringanan mencicil kredit nasabah, dalam praktiknya terjadi beda pemahaman di masyarakat.
Di lapangan, masyarakat banyak yang mengira bahwa restrukturisasi kredit diberikan tanpa kriteria khusus. Inilah yang kemudian memicu protes dari sebagian masyarakat (baca artikelnya: Menagih janji keringanan cicilan utang).
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengakui, masih banyak terjadi kendala di lapangan terkait restrukturisasi kredit antara debitur dengan pihak bank. Sehingga memunculkan distorsi.
Wimboh menilai, banyak masyarakat yang belum memahami secara rinci tentang program restrukturisasi kredit dan bagaimana penerapannya di lapangan.
"Khusus restrukturisasi itu masyarakat tidak paham terjadi perbedaan antara debitur dengan bank. Sehingga terjadi distorsi di lapangan,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR via daring, Jakarta, Rabu (6/5).
Dalam POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional telah disebutkan pembayaran kredit yang dapat direstrukturisasi adalah yang dalam keadaan lancar sebelum masa pandemi Covid-19.
"Kredit yang bisa direstrukturisasi itu sebelumnya bukan kredit macet tapi yang pembayarannya lancar," ujarnya.
Sebagai informasi, POJK No.11/POJK.03/2020 mengatur mekanisme restrukturisasi kredit atau pembiayaan dilaksanakan berdasarkan penilaian kualitas aset. Rinciannya: penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu pinjaman, dan pengurangan tunggakan pokok.
Selain itu juga diberikan pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, dan konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal.