Tabungan kaum 'mendang-mending' alias rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta makin menipis. Pada 2018, rata-rata tabungan kelas Rp100 juta ke bawah masih sekitar Rp3 juta. Namun per September 2023 nominalnya hanya sekitar Rp1,9 juta.
Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan fenomena makin susutnya tabungan kelas di bawah Rp100 juta disebabkan oleh kian tingginya harga-harga kebutuhan pokok. Harga beras, salah satunya, sudah naik hingga 20%. Dus, kelompok masyarakat ini harus mengorbankan tabungannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi, kelompok tersebut tidak menerima bantuan sosial (bansos) karena bukan termasuk golongan masyarakat miskin.
"Kelompok ini sudah makan tabungan. Yang tadinya sebagian income mereka bisa ditabung, hari ini sudah tidak bisa lagi karena tekanan biaya hidup lebih mahal," ujar Eko, dikutip Jumat (22/12).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi per Novembember 2023 mencapai 2,86% secara tahunan atau year on year (yoy). Namun, kelompok volatile food mengalami inflasi mencapai 7,59% (yoy) atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 5,54%. Peningkatan inflasi volatile food November 2023 disumbang terutama oleh inflasi pada komoditas aneka cabai, bawang merah, dan beras.
"Inflasi volatile food mencapai dua kali lipat dibandingkan laju inflasi," lanjut Eko.
Pertumbuhan ekonomi loyo
Dengan kondisi ini, Eko memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan tak akan menyentuh level 5%. Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan strategi lain guna mengerek ekonomi.
Bansos yang selama ini digelontorkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai hanya solusi jangka pendek untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan menggerakkan perekonomian.
"Selama ini kalau terjadi penurunan daya beli, solusinya hanya bansos. Ketika habis, masyarakat yang menerima bansos akan jatuh lagi ke kemiskinan. Perlu langkat konkret dari pemerintah," tuturnya.