close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi. Foto Pixabay.
Bisnis
Senin, 19 September 2022 09:57

Langkah jitu kala melemahnya IHSG jelang pertemuan The Fed-BI

Pilarmas Investindo Sekuritas memberikan rekomendasi mengenai IHSG.
swipe

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah dengan pelemahan sebesar -136 poin atau turun -1,87% ke level 7.168 pada pekan lalu, Jumat (16/9). Pelemahan IHSG ini didominasi oleh pergerakan negatif pada sektor energi, keuangan, industri, properti dan real estate, transportasi dan logistik, konsumen primer, teknologi, kesehatan, infrastruktur, dan konsumen nonprimer.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, ada kelebihan yang didapat dari menurunnya IHSG tersebut, yaitu menjadi satu momen untuk melakukan akumulasi beli selama ada optimis dari pelaku pasar dan investor. Pasar obligasi dalam beberapa hari terakhir ini juga mengalami kenaikan imbas hasil yang cukup signifikan.

“Pasar obligasi tak kuasa mengalami kenaikkan imbal hasil di tengah potensi pertemuan Bank Sentral The Fed dan Bank Indonesia pekan ini,” ujar Maximilianus dalam keterangan resminya, Senin (19/9).

Menurut Maximilianus, saat ini pelaku pasar dan investor mulai khawatir dengan kondisi ekonomi global yang memburuk lebih cepat dari dugaan. Pasalnya, berdasarkan Fedex, permintaan global terus mengalami pelemahan.

Fedex melaporkan bahwa mereka mengalami penurunan kapitalisasi pasar hingga US$11 miliar dan pelemahan ini terus terjadi di wilayah Asia dan Eropa. 

Tak hanya kekhawatiran tersebut, jelang pertemuan Bank Sentral The Fed yang akan dimulai pada Selasa (20/9), tentu pertanyaan seputar besaran tingkat suku bunga acuan yang akan The Fed naikkan menjadi hal dinantikan publik.

“Seberapa besar The Fed akan mulai menaikkan tingkat suku bunganya? 75 bps, berada di atas meja. Bisa berkurang bisa saja lebih. The Fed tentu akan menunggu data yang masuk untuk menjadi bahan pertimbangan,” tuturnya.

Max beranggapan, The Fed sudah memberikan indikasi adanya potensi kenaikan suku bunga hingga 4%. Ini berani dilakukan karena The Fed dinilai memiliki keyakinan jika perekonomiannya masih kuat untuk menahan laju kenaikkan tingkat suku bunga. Kendati demikian, tak dipungkiri The Fed juga khawatir dengan kenaikan tingkat suku bunga yang terlalu cepat bisa mendorong resesi ringan terjadi di akhir tahun ini atau awal 2023.

“Powell sudah mengatakan, kita semua harus bersiap The Fed akan menaikkan tingkat suku bunganya lebih lama dan lebih tinggi dari yang bisa dibayangkan sebelumnya. Mulai dari resesi hingga inverted yield, tampaknya tidak akan membebani The Fed dalam membuat keputusan dan hanya fokus dalam pengendalian inflasi,” ujar Max.

Max menjelaskan, mungkin saja The Fed menaikkan suku bunga 100bps. Namun, menurutnya, untuk saat ini baseline 75 bps sudah tepat karena merupakan garis yang kuat, tepat, dan tidak berlebihan.

“Kenaikkan tingkat suku bunga yang terlalu cepat, akan mendorong pertumbuhan kualitas ekonomi menurun. Oleh sebab itu 75 bps sudah tepat menurut kami, sehingga tidak perlu membuat kejutan yang tidak perlu lagi bagi pasar. Meskipun apapun bisa saja terjadi untuk saat ini,” tuturnya.

Lebih lanjut, mempertimbangkan rencana yang akan diambil The Fed, menurut Max, Bank Indonesia (BI) juga akan menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 25 bps.

“Target kami hingga 75 bps - 100 bps hingga akhir tahun dari 3.5% menjadi 4.25% - 4.5%. Oleh sebab itu tampaknya di setiap pertemuan, Bank Indonesia akan beradaptasi dan menyesuaikan kenaikkan tingkat suku bunga untuk menjaga Rupiah dan stabilitas pergerakan pasar dalam negeri,” ujarnya.

Berdasarkan perkiraannya tentang langkah yang akan diambil BI, Max menilai, hal tersebut akan memberikan tekanan terhadap pergerakan saham, khususnya obligasi yang berpotensi mengalami penurunan pekan ini. Ia pun mengimbau agar hati-hati dan bijak dalam memilih saham dan obligasi saat ini.

Max menyarankan untuk memanjangkan durasi investasi dan pilih saham dengan fundamental baik dan berpotensi valuasi di masa yang akan datang. Sedangkan untuk obligasi, pendekkan durasi agar penurunan obligasi yang lebih dalam di jangka panjang dapat diredam dengan obligasi jangka pendek.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan