Owner RAV House PT Ravindo Sukses Mulia, Redi Fajar Kurniawan, menceritakan kendala yang biasa dirasakan oleh eksportir tanaman hias saat ini. Redi diketahui sejak lama berkecimpung dalam industri ekspor tanaman hias.
Disebutkan dia, kendala yang ditemukan selama ini antara lain ditemukannya organisme pengganggu tumbuhan (OPT), jumlah atau kuantitas tanaman yang tidak sesuai dengan dokumen pengiriman, kesalahan nama atau jenis tanaman yang tidak sesuai dengan dokumen pengiriman, terdapat ketidaksesuaian additional declaration atau deklarasi tambahan pada Phytosanitary Certificate (PC).
“Jika eksportir mengirim tanaman hias da nada ketidaksesuaian, maka dampaknya adalah penolakan produk, pemusnahan tanaman, bahkan bisa mendapat hukuman kurungan penjara hingga tiga tahun atau denda Rp3 miliar,” ujar Redi di diskusi daring oleh Alinea.id bertajuk Peluang Besar Ekspor Tanaman Hias, Jumat (30/9).
Oleh karena hal tersebut, Redi mengimbau agar eksportir tanaman hias bisa mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan). Hal ini berkaitan dengan nama baik Indonesia di kancah internasional.
“Karena kalau terjadi pelanggaran, yang jelek bukan hanya nama pengekspor yang mengirim, tapi nama Indonesia dan itu akan mempengaruhi akses pasar Indonesia secara keseluruhan,” tutur Redi.
Ia menuturkan, saat ini beberapa jenis tanaman hias Indonesia yang menjadi primadona di pasar internasional dan tersedia banyak di berbagai hutan Indonesia yaitu Labisia, Agloonema, Amydrium, Scindapsus, Alocasia, Rhaphidophora, dan Homatomena.
Lebih lanjut Redi menjelaskan, hingga saat ini tantangan bagi eksportir dan harus dibenahi yakni pengiriman, artinya eksportir harus bisa menjamin tanaman yang dikirim bisa sampai ke pembeli dalam kondisi baik dan masih hidup. Kemudian, jangan sampai ada penemuan OPT.
Ketiga, konsistensi pengiriman, lalu waktu pengiriman, dan pelayanan yang lebih baik untuk menghindari kesalahpahaman dan tidak terpenuhinya komitmen antara eksportir kepada importir.
“Untuk memanfaatkan pasar global ini, saat ini eksportir tanaman hias juga membutuhkan beberapa hal seperti seed supply yang terjamin dan sesuai dengan tren pasar ke depannya, akses pasar yang diberikan pemerintah dengan membantu menyelenggarakan pameran atau promosi florikultura ke pasar luar negeri,” kata Redi.
Ia juga menambahkan bahwa eksportir juga membutuhkan kapasitas bangunan yang sesuai untuk menyiapkan tanaman berkualitas bebas OPT dan supply chain utamanya sistem pengiriman yang bebas dari kerusakan dan OPT.
“Kita perlu kerja sama dan diskusi dengan pemerintah untuk menyiapkan peta jalan atau roadmap industri tanaman hias ini, sehingga ekspor tanaman hias dari Indonesia bisa terus berkembang,” katanya.
Seperti data yang disampaikan Redi, Indonesia menduduki urutan 47 dari seluruh negara yang menjadi eksportir tanaman hias, bahkan jauh berada di bawah Vietnam. Sedangkan menurutnya, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati dan tanaman hias yang sangat kaya dan tersedia banyak di seluruh Indonesia.
“Modal adalah keterbatasan kita untuk membuat industri ekspor tanaman hias ini makin berkembang, dan tidak ada program atau rencana yang kita miliki ke depan untuk menentukan tren tanaman apa yang diminati nantinya,” ucapnya.