Pengembangan ekonomi syariah menjadi tantangan di era pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto. Pertumbuhan industri ini berjalan lambat, padahal memiliki potensi besar.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Associate Hakam Naja menyoroti sejumlah masalah dalam ekonomi syariah. Dia menyebut, sektor ini belum dioptimalkan.
Salah satunya, keuntungan dari makanan dalam pelaksanaan ibadah haji di Indonesia justru banyak dinikmati oleh Thailand, Vietnam, dan India.
"Posisi Indonesia bagaimana? Ini baru membicarakan lokal, belum skala internasional," ujarnya, Jumat (30/8).
Selain itu, Indonesia masih belum menjadi negara eksportir makanan terbesar ke negara Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI. Posisi pertama ditempati oleh Brazil, diikuti Amerika Serikat (AS), India, Rusia, baru Indonesia.
“Maka dapat diambil kesimpulan di negara kita sendiri belum bisa dioptimalkan, apa lagi ke negara luar. Diharapkan saat pemerintahan baru dengan berbagai komponen halal dapat dinikmati oleh 282 juta penduduk Indonesia,” lanjutnya.
Apabila dibandingkan dengan negara lain, industri syariah di Indonesia juga masih tertinggal. Hakam mengatakan Malaysia membangun manajemen perekonomian syariah selama 10 tahun dan dapat maju karena peran negaranya sendiri.
Perbankan syariah di Malaysia sanggup mencatat pangsa pasar 40% dengan total penduduk muslim hanya 20 juta jiwa. Sedangkan Indonesia yang memiliki mayoritas penduduk muslim hanya sebesar 7% dari total perbankan. Produk keuangannya juga masih didominasi produk konvensional.
“Di Malaysia itu perekonomian syariahnya benar-benar hidup," katanya.
Potensi ekonomi Islam
Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza mengutip Global Islamic Ekonomi, mengatakan prospek sektor ekonomi Islam sangat menjanjikan. Di tahun 2002, nilanya sudah mencapai US$2,29 atau tumbuh 9,5% secara tahunan atau year on year (yoy). Angka itu terus meningkat setiap tahunnya,
“Karena sudah menjadi tren global, bahkan saya tidak bisa membayangkan jika yang menjadi pusatnya adalah Singapura atau bahkan China. Indonesia sebagai negara mayoritas Islam sudah seharusnya dijadikan role model bagi perkembangan ekonomi global saat ini,” tuturnya.
Apalagi, ujarnya, aset industri keuangan syariah Indonesia menempati posisi ke-7 secara global. Demikian juga dengan bank syariah di Indonesia yang menempati posisi ke-10 di jajaran bank syariah dengan kapitalisasi pasar besar.
Selain itu, total aset asuransi syariah Indonesia menempati posisi ke-6, surat utang syariah alias sukuk di posisi ke-3, dan dana syariah berada di peringkat ke-9 global. Adapun total aset keuangan syariah Indonesia pada tahun 2023 sangat besar, mencapai Rp2.582,25 triliun.
“Sinergi dan interkoneksi ekosistem ekonomi syariah akan terkoneksi dengan bisa tumbuh, bahkan untuk haji dapat menjadi primadona,” kata Handi.
Peneliti Indef Izzudin Al Farras Adha menyebut industri pasar modal syariah, perbankan syariah, dan nonbank syariah di tanah air berkembang drastis. Namun, meski aset terus meningkat, tetapi peringkatnya menurun.
“Artinya negara-negara lain jauh lebih cepat capaiannya, dan perlu ditingkatkan terus agar dapat bisa mengimbangi tidak seperti lima tahun belakangan,” kata Farras.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Nur Hidayah mengatakan Prabowo perlu merancang strategi pengembangan ekonomi syariah agar mampu membawa Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri halal global. Pemerintahan mendatang harus memperhatikan peluang dan tantangan yang ada untuk mengembangkan ekonomi syariah secara lebih optimal, sehingga strategi yang diterapkan dapat berjalan dengan lebih efektif.
"Peningkatan daya saing di pasar global sangat penting, seperti yang diindikasikan dalam laporan SGIER (State of the Global Islamic Economy Report), untuk memastikan produk dan layanan halal Indonesia mampu bersaing dan mendominasi di panggung internasional,” katanya.