Penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp18,4 triliun per Januari 2023. Jumlah ini naik 4,97% dibandingkan periode Januari 2022 sebesar Rp17,6 triliun menyusul kenaikan tarif cukai pada awal tahun ini.
"Dilihat dari sisi produktif, hasil tembakau produksi rokok menurun 1,5%, tapi penerimaan cukainya naik 4,9% karena memang ada kenaikan tarif," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dalam "Konferensi Pers APBN KITA Februari 2023", Rabu (22/2).
Naiknya cukai rokok, menurut Sri Mulyani, ditujukan untuk menurunkan produksi rokok. Dengan demikian, kenaikan tarif tersebut dinilai memenuhi ekspektasi mengingat produksi selama Januari 2023 menurun hingga hanya mencapai 15,6 miliar batang. Padahal, pada tahun lalu menembus 15,8 miliar batang.
"Produksi rokok hasil tembakau ini turun, terutama di golongan I dan II. Tapi, golongan III produksinya melesat," katanya.
Kenaikan tarif cukai beragam. Perinciannya, sigaret kretek mesin (SKM) I dan SKM II rata-rata naik 11,5-11,75%, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik 12%-11%. Sementara itu, sigaret kretek pangan (SKP) I,II, dan III naik 5%.
Sebagai informasi, Kemenkeu resmi menaikkan tarif CHT pada 2023 dan 2024. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif CHT Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Kenaikan ini dinilai menekan tingginya jumlah konsumsi rokok di Indonesia. Bahkan, menurut Sri Mulyani, konsumsi rokok oleh rumah tangga adalah yang terbesar kedua setelah beras. Capaiannya melebihi konsumsi protein dari telur dan ayam.